LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Cegah Properti Terbengkalai, Pajak Khusus sebagai Solusi

Redaksi DDTCNews | Senin, 30 September 2024 | 08:39 WIB
Cegah Properti Terbengkalai, Pajak Khusus sebagai Solusi

Naufal Muhammad Zidni,
Kabupaten Jepara - Jawa Tengah

PROPERTI terbengkalai sering kali dibiarkan seperti rumah tak bertuan. Padahal, idealnya, properti adalah tempat hunian bagi banyak orang, bukan hanya alat spekulasi segelintir pihak. Penyalahgunaan properti sebagai investasi jangka panjang kerap terjadi, tanpa ada kepastian kemanfaatannya. Namun, yang pasti, properti tersebut tetap terbengkalai.

Situasi tersebut menjadi masalah di banyak kota. Keberadaan properti terbengkalai mengganggu warga sekitar dan mempersulit pemerintah dalam penanganannya. Artikel ini membahas penerapan pajak khusus untuk properti terbengkalai guna mencegah penyalahgunaan serta memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

Properti terbengkalai dapat didefinisikan sebagai properti yang tidak dirawat dan tidak digunakan dalam waktu lama. Ketika dibiarkan, properti ini sering mengalami kerusakan, bahkan dijarah atau disalahgunakan pihak yang tidak berkepentingan. Dampaknya meluas ke masyarakat sekitar karena lingkungan menjadi kumuh dan menarik tunawisma.

Stigma negatif ini menyebabkan penurunan nilai properti di sekitarnya karena muncul kekhawatiran tentang keamanan dan kenyamanan. Selain itu, pemilik properti harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memperbaiki citra aset mereka. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran lebih untuk menjaga keamanan di sekitar properti terbengkalai.

Sebagai contoh, banyak rumah terbengkalai di kawasan perumahan di Kabupaten Bekasi yang sebelumnya menjadi bagian dari program rumah murah pada 2017. Properti ini sebenarnya dibangun khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah yang membutuhkan tempat tinggal.

Namun, banyak pembeli memanfaatkan properti tersebut sebagai investasi dan membiarkannya kosong. Akibatnya, masyarakat yang benar-benar membutuhkan rumah tidak dapat mengakses perumahan tersebut. Dampak lainnya, citra perumahan ini menjadi buruk di mata masyarakat, yang melihatnya sebagai kawasan kumuh dan menyeramkan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pajak khusus yang dikenakan pada properti terbengkalai. Pajak ini diharapkan membuat pembeli berpikir lebih matang sebelum membeli properti hanya untuk tujuan investasi. Selain itu, pajak khusus ini juga akan mendorong pemilik properti untuk segera memanfaatkannya sehingga tidak dibiarkan terlantar dalam waktu lama.

Beberapa negara, seperti Inggris dan Australia, sudah menerapkan pajak khusus terhadap properti yang kosong. Di Inggris, pajak ini diberlakukan sejak 2018 dan diperbarui pada 1 April 2024. Pemilik properti yang membiarkan aset kosong selama 12 bulan (dalam ketentuan sebelumnya mencapai 24 bulan) akan dikenakan tambahan pajak (council tax premium) sebesar 100% dari pajak standarnya.

Selain itu, masih di Inggris, jika properti tersebut dibiarkan kosong untuk jangka waktu lebih lama, tambahan pajaknya bisa meningkat. Beberapa daerah diberi kewenangan untuk mengenakan tambahan pajak hingga 300%, tergantung kebijakan lokal dan kondisi properti.

Di Australia, pajak atas properti kosong dikenal sebagai vacant residential land tax (VRLT) pada negara bagian Victoria. Pajak sebesar 1% dari nilai (capital improved value/CIV) dikenakan jika properti tidak dihuni selama lebih dari 6 bulan dalam setahun kalender. Tarif ini dapat meningkat untuk tahun-tahun berikutnya, tergantung pada durasi properti dibiarkan kosong.

Manfaat dari penerapan pajak properti terbengkalai di Inggris dan Australia sangat terasa. Manfaatnya mulai dari peningkatan pendapatan pemerintah daerah, ketersediaan hunian yang lebih luas, hingga pemanfaatan properti yang lebih optimal. Pajak ini juga efektif mencegah spekulasi properti yang berlebihan untuk keuntungan pada masa depan.

Kebijakan tersebut dapat dipertimbangkan pemerintahan baru di bawah presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran. Hingga saat ini, Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1985 s.t.d.d UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih berlaku. Namun, belum ada ketentuan yang secara spesifik mengatur tentang properti terbengkalai.

Hingga kini, Indonesia juga belum memiliki ketentuan khusus pengenaan pajak tambahan bagi pemilik properti yang membiarkan asetnya kosong dalam waktu lama. Harus diakui tantangan terbesar dalam menerapkan pajak ini adalah adanya penolakan dari pemilik properti yang merasa kebijakan ini memberatkan mereka.

Selain itu, proses administrasi dalam mengidentifikasi dan menagih pajak juga bisa menjadi rumit. Namun, hambatan ini dapat diatasi dengan strategi yang matang, komunikasi yang efektif, pemanfaatan teknologi untuk memudahkan proses, serta penegakan hukum yang tegas agar kebijakan ini berjalan efektif dan adil.

Bagaimanapun, penerapan pajak khusus untuk properti terbengkalai merupakan inisiatif penting yang dapat berdampak signifikan bagi revitalisasi perkotaan. Penerapan pajak khusus ini menjadi langkah strategis yang efektif untuk mengatasi permasalahan terkait dengan ketersediaan hunian layak di kota-kota besar.

Kebijakan ini akan mendorong pemilik properti bertanggung jawab dan memanfaatkan aset mereka dengan lebih produktif, sekaligus mencegah dampak negatif dari properti yang dibiarkan kosong. Dengan demikian, kawasan-kawasan terbengkalai dapat dihidupkan kembali. Hal ini memberikan dampak positif bagi peningkatan nilai properti, keamanan, dan perbaikan lingkungan hidup.

Selain itu, pajak khusus ini juga bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Hal ini dikarenakan PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), merupakan kewenangan pemerintah daerah.

Sudah saatnya pemerintah mulai mempertimbangkan pajak khusus untuk properti terbengkalai. Terlebih, dengan momentum bonus demografi, ada kebutuhan properti yang cukup besar seiring dengan banyaknya jumlah penduduk usia produktif.

Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah, pemilik properti, hingga masyarakat luas. Dengan dukungan penuh, kebijakan ini akan membantu mengatasi masalah properti terbengkalai dan berkontribusi pada pembangunan kota yang teratur dan berkelanjutan.

Inti dari kebijakan pajak khusus ini adalah menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi semua pihak. Setiap properti dapat dimanfaatkan secara optimal. Pajak khusus ini adalah langkah penting menuju kota yang lebih hidup, terawat, dan bernilai tinggi. Hal ini mencerminkan komitmen untuk masa depan yang lebih cerah dan harmonis bagi generasi mendatang.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2024, sebagai bagian dari perayaan HUT ke-17 DDTC. Selain berhak memperebutkan total hadiah Rp52 juta, artikel ini juga akan menjadi bagian dari buku yang diterbitkan DDTC pada Oktober 2024.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN