Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Menjalani profesi di bidang pajak tidaklah mudah. Selain selalu berkutat dengan angka, ada banyak hal yang membuat seorang profesional di bidang pajak untuk susah tertawa lepas.
Hal-hal yang dimaksud mulai dari aturan yang berubah-ubah, deadline yang tidak mengenal akhir pekan dan hari libur, hingga sengketa pajak. Alhasil, orang-orang di profesi pajak identik dengan orang-orang yang serius, bahkan susah untuk tertawa.
Kondisi itu menjadi alasan Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) dan DDTCNews menggelar support group daring bertajuk “Cerita & Humor Pajak” tahap pertama pada Sabtu (15/1/22). Lewat Zoom, belasan praktisi dan akademisi pajak bertukar cerita dan tertawa bersama.
Senior Partner DDTC sekaligus co-founder IHIK3 Danny Septriadi mengatakan sudah menjadi stereotip jika profesi di bidang pajak berisi orang-orang serius. Dia berharap semua praktisi dan akademisi pajak yang hadir dapat menjadi duta.
“Supaya profesi yang serius ini jangan menjadi makin serius. Nah, kesempatan ini bisa kita jadikan untuk belajar menjalankan profesi kita secara lebih ikhlas, lebih cair, bahkan bisa sambil bercanda,” ujar Danny.
Acara yang diadakan mulai pukul 13.00 WIB ini diikuti para wajib pajak lintas profesi, mulai dari pengajar pajak, konsultan pajak, staf keuangan beragam instansi, sampai pensiunan karyawan.
Fasilitator dari IHIK3 Yasser Fikry mulai membuka dengan ceritakan pengalaman pribadi dan anekdot soal pajak. Kemudian, beberapa peserta mulai ikut bercerita. Akhirnya, muncul cerita-cerita yang selama ini mungkin jarang dibagikan ke orang lain.
Ada seorang peserta perempuan yang bekerja sebagai staf dari suatu perusahaan swasta membagikan cerita cukup ironis tentang profesinya itu. “Saya sudah mengurusi masalah pajak selama bertahun-tahun sejak masih single, tapi begitu baru nikah, saya justru kelupaan bayar pajak,” keluhnya sambil tertawa.
Tak berhenti sampai di sana, kelalaiannya melapor dan membayar itu membuat perusahaan harus menanggung sanksi denda. Sebagai bentuk tanggung jawab, ia pun membayarkan denda itu dengan uang pribadinya sendiri, lebih tepatnya menggunakan “uang amplop” yang ia dapatkan dari pesta pernikahannya.
Peserta lain juga mengakui profesi yang ia jalani sekarang di bidang pajak justru bukanlah karier yang diimpikan.
“Dulu waktu kuliah, nilai mata kuliah pajak saya jelek, sehingga harus mengulang. Dari situ sebenarnya saya sudah bilang sama diri saya sendiri, ‘Pokoknya saya enggak mau kerja mengurusin pajak!’ Eh ternyata waktu bekerja, saya kan melamar sebagai akuntan, diterimanya malah di bagian yang mengurusi pajak,” tutur staf salah satu perguruan tinggi swasta itu.
Namun demikian, dia mencoba untuk mengambil sisi positifnya. Karena pekerjaan tersebut berkaitan dengan pajak, dia berkesempatan memperdalam materi saat kuliah.
Seorang pengajar pajak di perguruan tinggi negeri tak mau ketinggalan untuk turut berbagi cerita. Profesinya ini punya tantangan tersendiri, yaitu menjaga ketertarikan dan animo mahasiswa di kelas.
Alhasil, supaya muka mahasiswanya tidak suntuk dan tegang terus, ia menggunakan humor di tengah mengajar. Salah satunya adalah anekdot tentang sikap petugas pajak zaman dulu yang terlalu kaku dengan alasan serba “pokoknya”.
“Zaman sekarang, pendekatan petugas pajak sudah lebih humanis daripada dulu. Dulu, tiap berdebat sama petugas pajak, jawaban mereka selalu ‘Ya pokoknya segini’, ‘Ya pokoknya aturannya begitu’.”
“Karena ini enggak benar, saya mencoba mengingatkan petugas pajak tadi, ‘Pak, jangan cuma pokoknya-pokoknya saja dong! Padahal selain pokoknya, kan ada (sanksi administrasi) bunganya juga!’” kata pria berkacamata itu diikuti tawa peserta lainnya juga.
Di samping cerita-cerita di atas, masih ada beberapa cerita lain yang disampaikan. Contohnya keluhan seorang konsultan yang lebih sering ditekan klien daripada petugas pajak serta unek-unek seorang wajib pajak yang kebingungan dalam melapor SPT.
Hampir semua cerita yang dibagikan dalam sesi yang berakhir pada pukul 15.00 WIB ini memang tentang penderitaan. Akan tetapi, setidaknya di sesi ini, para peserta terlihat sudah bisa menceritakan ulang kejadian tersebut sambil tertawa.
Artinya, derita atau tragedi yang dialami rekan-rekan wajib pajak ini sudah cukup lama berlalu, sehingga perasaan sakit, sebal, dan hal-hal negatif lainnya sudah mulai luntur. Ketika diceritakan ulang dengan emosi yang lebih netral, cerita-ceritanya pun menjadi komedi yang bisa ditertawakan bersama.
Inisiatif dari IHIK3 dan DDTCNews ini dilandasi pada manfaat tertawa yang besar. Misalnya, ketika tertawa, tubuh kita merilis hormon oxytocin atau “hormon kasih sayang”. Hormon ini dapat memperbaiki emosi seseorang, sehingga tidak terlalu berlarut-larut tenggelam dalam stres karena pekerjaan.
IHIK3 sendiri sebelumnya sudah 6 kali membuat support group virtual serupa dengan audiens yang lebih heterogen. Dari survei yang kami lakukan terhadap 10 peserta support group yang berkenan terlibat, 70% di antara mereka mengklaim merasa lebih bahagia setelah bergabung dalam sesi tersebut.
Pada bulan depan, tepatnya hari Sabtu, 12 Februari 2022, akan diadakan sesi kedua “Cerita & Humor Pajak”. Kali ini, sesinya khusus untuk para petugas pajak di seluruh Republik Indonesia. Jika Anda punya pengalaman menarik saat berinteraksi dengan wajib pajak atau kolega yang ingin diceritakan, silakan bergabung melalui tautan berikut ini bit.ly/pajakkocak.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.