Pertanyaan:
PERUSAHAAN kami telah memenuhi kewajiban pajak PBB dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek (SPOP) Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Selanjutnya pihak KPP menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB (SPPT PBB). Atas dasar SPPT PBB tersebut PT A membayarkan dan melaporkan kewajiban pajak terutang sesuai yang tertera dalam SPPT PBB.
Kantor Wilayah PDJP (Kanwil DJP) selanjutnya melakukan penelitian atas SPPT PBB yang telah diterbitkan oleh PT B, berdasarkan hasil penelitian tersebut Kanwil DJP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP PBB) yang mengakibatkan jumlah PBB terutang menjadi lebih besar sehingga menyebabkan PT A menjadi kurang bayar atas penyetoran yang sudah dilakukan.
Yang menjadi pertanyaan saya, jika kami tidak menyetujui penerbitan SKP PBB tersebut, apakah kami dapat menolak atau terdapat upaya lain yang bisa kami lakukan?
Kartini, Kalimantan Barat.
Jawaban:
TERIMA kasih Bu Kartini atas pertanyaannya. Dari penjelasan Ibu, kami simpulkan permasalahan Ibu Kartini adalah mengenai ketidaksetujuan terhadap penerbitan SKP PBB dan upaya yang dapat dilakukan melalui peraturan perpajakan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan terkait ketidaksetujuan mengenai penerbitan SKP PBB, dapat ditempuh dengan 2 skema yaitu pengajuan pengurangan atau pembatalan SKP PBB dan pengajuan keberatan atas SKP PBB.
Pertama, Pengajuan Pengurangan atau Pembatalan SKP PBB.
Pada Pasal 2 PMK 111/2009 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan Atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PMK-111), dijelaskan bahwa wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk pengurangan atau pembatalan SKP PBB dengan cara:
Lebih lanjut, dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) PMK-111 dijelaskan mengenai kriteria ketidakbenaran SKP PBB yang dapat diajukan permohonan pengurangan serta permohonan pembatalan SKP PBB yang seharusnya tidak diterbitkan.
Dalam Pasal 3 ayat (2) disebutkan bahwa Pengurangan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB dapat dilakukan dalam hal:
Selain itu dalam Pasal 3 ayat (3) disebutkan bahwa Pembatalan SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB dapat dilakukan apabila SPPT, SKP PBB, STP PBB, SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB tersebut seharusnya tidak diterbitkan.
Adapun tata cara penerbitan SKP PBB diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/ 2014 (PMK-225), khususnya dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan sebagai berikut.
Pertama, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat berakhirnya Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP PBB berdasarkan hasil Pemeriksaan atau Penelitian PBB. Kedua, SKP PBB diterbitkan dalam hal terdapat PBB yang seharusnya terutang berdasarkan hasil Penelitian PBB terhadap keterangan lain yang mencakup sebagian atau seluruh data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai Objek Pajak dan/atau wajib pajak yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak berupa:
Dari uraian panjang di atas, kesimpulan atas pengajuan pengurangan atau pembatalan SKP PBB adalah:
Kedua, Pengajuan Keberatan atas SKP PBB.
Wajib pajak dapat melakukan upaya administrasi lainnya yaitu melalui pengajuan keberatan ke DJP, hal ini tertuang ke dalam Pasal 15 Undang-Undang PBB yang menyebutkan bahwa wajib pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas SPPT dan Surat Ketetapan Pajak.
Selain itu, pengajuan keberatan atas SKP PBB juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan (PMK-253) yang mana keberatan hanya diajukan terhadap materi dalam penetapan besarnya PBB yang terutang pada SPPT atau SKP PBB.
Artinya keberatan atas SKP PBB diajukan terhadap materi dalam penetapan besarnya PBB yang terutang (terdapat perbedaan pendapat baik secara hukum maupun materi antara wajib pajak) apabila tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya menurut wajib pajak.
Demikian jawaban kami, semoga membantu Ibu Kartini. ()
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.