LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Mengoptimalkan Peran Pajak Daerah dalam Mengatasi Polusi Udara

Redaksi DDTCNews | Kamis, 19 Oktober 2023 | 15:00 WIB
Mengoptimalkan Peran Pajak Daerah dalam Mengatasi Polusi Udara

Shinta Amalia,  
Kebumen, Jawa Tengah

"ANOTHER day being denied basic human need: clean air." Kalimat itu ditulis Raisa Andriana, penyanyi tersohor Tanah Air, pada 7 Agustus 2023 lalu melalui akun media sosialnya. Raisa mengeluhkan kebutuhan manusia yang terabaikan, yakni udara bersih. Pelantun single Serba Salah itu menduga buruknya kualitas udara di ibu kota menjadi penyebab kambuhnya sinusitis yang dideritanya akhir-akhir ini.

Indeks kualitas udara Jakarta dan sekitarnya memang mengkhawatirkan dalam beberapa bulan terakhir. Berdasarkan IQAir, Indonesia berada di peringkat ke-26 dari 131 negara di dunia dengan tingkat polusi tertinggi pada 2022. Adapun Jakarta menjadi kota terpolutan nomor dua di dunia pada akhir Agustus lalu.

Sejumlah pihak saling melempar opininya terkait dengan penyebab utama buruknya udara Jakarta. Ada yang menilai emisi dari kendaraan bermotor menjadi dalangnya. Ada juga yang berpendapat bahwa aktivitas industri adalah penyebab utamanya. Di sisi lain, ada pihak yang meyakini kepulan asap dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi alasan di balik pekatnya udara ibu kota.

Manakah yang benar? Penulis meyakini, buruknya kualitas udara di Jakarta merupakan akumulasi dari semua aktivitas tersebut.

Tiga Alternatif Penyelesaian dari Daerah

Isu tentang polusi udara erat kaitannya dengan mobilitas masyarakat sehari-hari, terutama yang menggunakan kendaraan pribadi. Asap kendaraan bermotor adalah polutan yang mengandung gas beracun seperti karbon monoksida hingga timbel.

Alternatif penyelesaian atas eksternalitas negatif yang diciptakan oleh kendaraan bermotor bisa disusun oleh pemerintah daerah, yakni melalui penguatan pemungutan atas pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa parkir, serta retribusi atas jasa layanan parkir. Mari kita bedah satu per satu.

Pertama, PKB. PKB adalah pajak daerah yang dikenakan atas kepemilikan kendaraan bermotor. Tarif pajak ini termasuk tarif progresif, yakni tarif pajak akan makin meningkat untuk kepemilikan kendaraan bermotor yang kedua dan seterusnya.

Sesuai dengan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pemerintah pusat telah menetapkan tarif maksimal atas PKB. Adapun pemerintah daerah dapat menggunakan wewenangnya untuk menentukan besaran tarifnya sendiri dengan mengacu tarif maksimal yang ditetapkan pusat.

Guna mengendalikan emisi, pemerintah daerah yang indeks kualitas udaranya buruk bisa menerapkan tarif tertinggi PKB atas kepemilikan kendaraan pertama, yakni 1,2%. Begitu juga tarif PKB atas kepemilikan selanjutnya, pemda dapat menetapkan tarif mendekati tarif maksimal yang ditetapkan pemerintah pusat. Hal ini diharapkan mampu membuat masyarakat berpikir ulang untuk membeli kendaraan lagi.

Kedua, PBJT jasa parkir. Sejak berlakunya UU HKPD, pajak parkir telah berubah nama menjadi PBJT jasa parkir. Tarif PBJT jasa parkir ditetapkan paling tinggi 10% dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir (pengusaha parkir). Jumlah yang seharusnya dibayar tersebut termasuk potongan harga parkir dan parkir cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa parkir.

Namun, UU HKPD menjelaskan bahwa demi mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi dan tingkat kemacetan, pemda dapat menetapkan dasar pengenaan sebesar tarif parkir sebelum dikenakan potongan.

Ketiga, retribusi atas pelayanan jasa parkir. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Adapun tarif atas retribusi ini ditetapkan oleh daerah sendiri melalui peraturan daerah.

Biaya parkir di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Kota Semarang, Jawa Tengah misalnya, dengan kualitas udara yang tidak sehat menetapkan retribusi parkir atas kendaraan roda empat senilai Rp3.000 (tanpa ketentuan jam). Hal ini tertuang dalam Peraturan Wali Kota Semarang 37/2021 tentang Tarif Retribusi Tempat Khusus Parkir.

Adapun di Bangkok, Thailand, retribusi parkir atas kendaraan roda empat adalah 10 bath atau setara Rp4.523 untuk satu jam pertama. Kemudian, retirbusi senilai 1.000 yen atau sekitar Rp115.000 per jam untuk negara Jepang (iNews).

Mengoptimalkan Kebijakan Eksisting

PKB, PBJT jasa parkir, dan retribusi atas pelayanan jasa parkir bukanlah hal baru. Selain untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), ketiga pungutan tersebut adalah harga yang harus dibayar oleh penggunanya atas eksternalitas negatif yang ditimbulkan. Dalam jangka panjang, pungutan-pungutan tersebut diharapkan dapat mengurangi polusi dan kemacetan.

Namun, diperlukan ketegasan dari pemda untuk mengoptimalkan pemungutan yang sudah ada ini. Akhir-akhir ini banyak pemda menggelar pemutihan PKB. Ada beberapa bentuk pemutihan yang diberikan, yakni penghapusan sanksi denda administrasi, pengurangan pokok pajak, penghapusan pokok pajak, hingga pembebasan pajak progresif.

Promo seperti ini seyogianya tidak dilakukan berkali-kali. Ke depan, pemda perlu meningkatkan pengawasan atas pemungutan PKB. Pemutihan PKB dapat menimbulkan kecemburuan bagi pembayar pajak yang taat. Di sisi lain, pemda perlu menghindari persepsi yang berpeluang muncul dari wajib pajak untuk terus-menerus memanfaatkan pemutihan kembali di masa depan.

Prespektif yang tidak dapat dikendalikan ini menjadikan pemutihan PKB kurang efektif. Selain itu, potensi bayar yang hilang atas pemutihan PKB akan turut menghilangkan potensi alokasi dari PKB.

Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur bahwa hasil penerimaan PKB dan opsen PKB dialokasikan paling sedikit 10% untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.

Selanjutnya, pemda perlu akuntabel dan transparan dalam penggunaan uang pajak dan retribusi. Kepercayaan publik yang tinggi akan berdampak pada pembayaran pajak secara sukarela. Bukti nyata dari pemanfaatan uang pajak, seperti pembangunan transportasi umum yang mudah dan terintegrasi, bisa menarik minat masyarakat untuk berpindah ke moda transportasi publik. Ujungnya, kemacetan bisa diurai dan polusi bisa ditekan.

Yang tak kalah penting, pemda perlu menggalakkan edukasi. Edukasi tidak semata-mata terkait dengan pemungutan pajak dan retribusi saja, tetapi juga pentingnya masyarakat memanfaatkan transportasi publik.

Dengan uraian di atas, bukankah masih ada ruang bagi pemda untuk turut serta mengatasi polusi? Langkah sekecil apapun dari pemda sangat berarti.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

BERITA PILIHAN