H.O.S. TJOKROAMINOTO:

'Mengapa Pembayar Pajak Harus Menerima Perlakuan Berbeda?'

Sapto Andika Candra | Rabu, 12 April 2023 | 10:23 WIB
'Mengapa Pembayar Pajak Harus Menerima Perlakuan Berbeda?'

H.O.S. Tjokroaminoto.

PEMANDANGAN di hadapan Tjokroaminoto terlampau asing bagi akal pikirnya. Hiruk pikuk di halaman kantor bendahara umum Karesidenan Madiun, pagi itu, tak pelak mengusik emosi.

Di halaman balai besar milik gubernemen, terlihat pribumi-pribumi berpeluh, duduk menadah sengatan matahari yang tergelincir meninggalkan timur. Tubuh ceking seorang bebau, pengurus desa, berbayang jatuh di sebelah kakinya yang terlipat menyila. Mereka pasrah menunggu giliran untuk menyerahkan pajak yang terkumpul dari para petani.

Muka Tjokroaminoto jelas tampak kesal. Orang-orang itu, bebau itu, diperlakukan tak adil oleh kompeni. Kaki mereka dibiarkan kesemutan berlama-lama tertekuk menempel tanah, sementara orang-orang Eropa diberi bangku. Padahal, mau pribumi atau Eropa, tujuannya sama-sama membayar pajak.

Baca Juga:
Tingkatan Pemungutan Pajak Era Kerajaan Nusantara

"Mengapa si Kromo [seorang pembayar pajak] harus menerima perlakuan yang berbeda, dan harus merasa sakit dan tidak ditawari untuk duduk di bangku?" ungkap H.O.S Tjokroaminoto lewat tulisannya dalam surat kabar Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 18 Januari 1916.

Perkara bangku itu saja cukup membuat seorang Tjokroaminoto meluapkan protesnya lewat koran-koran berbahasa Melayu dan Belanda. Pemimpin Centraal Sarekat Islam (CSI) itu tak terima pembayar pajak pribumi diperlakukan berbeda dengan Eropa.

Lewat Sarekat Islam (SI), Tjokroaminoto menuntut pemerintah kolonial memberikan pelayanan yang sama kepada bebau-bebau yang menyetorkan pajaknya. Toh tarif pajak yang berlaku saat itu juga sudah dianggap mencekik rakyat. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudah dipaksa bayar pajak, hidup tetap saja sengsara.

Baca Juga:
Sumber Pembiayaan Negara Awal Kemerdekaan, Pajak Sempat ‘Disingkirkan’

Tuntutan kesetaraan layanan kepada wajib pajak di awal abad ke-20 itu hanya satu dari rentetan desakan yang dilancarkan oleh Tjokroaminoto lewat Sarekat Islam. Hingga akhirnya, apa yang dikhawatirkan Belanda benar-benar terjadi: SI menjelma menjadi gerakan politik.

Melalui isu-isu kaum pinggiran, serta didukung basis keagamaan yang kuat, Sarekat Islam segera menjadi organisasi massa pribumi terbesar di Hindia Belanda.

Tjokroaminoto juga berhasil menarik minat kaum terpelajar untuk berguru kepadanya. Sebut saja Semaoen, Koesno (Soekarno), Alimin, Darsono, Moesso, dan Kartosoewiryo. Besarnya pengaruh Tjokroaminoto di Jawa membuat Belanda menjulukinya sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota.

Baca Juga:
Siasat Pendudukan Jepang Memanfaatkan Pajak untuk Mendanai Perang

Tjokroaminoto mengisi kembali kursi Ratu Adil yang sempat kosong selama 90 tahun lamanya, sejak terakhir kali diduduki oleh Pangeran Diponegoro.

Protes Tjokroaminoto kepada pemerintah kolonial agar pembayar pajak pribumi diberlakukan setara dengan warga Belanda tampaknya masih relevan dengan kondisi saat ini. Perlakuan dan pelayanan oleh fiskus jelas tidak boleh dibedakan berdasarkan kelas ekonomi wajib pajak.

Tantangan-tantangan mengenai kesetaraan pelayanan dijawab pemerintah melalui digitalisasi proses bisnis dan administrasi pajak di Indonesia. Sebagai bagian dari reformasi pajak, era otomatisasi ini tertuang dalam agenda pembaruan sistem inti administrasi pajak (PSIAP) atau yang lebih dikenal dengan coretax administration system.

Baca Juga:
‘Presumptive Tax Memastikan Orang Setor Pajak Sesuai Porsinya’

Digitalisasi pajak bertujuan membangun administrasi pajak yang mudah dan andal. Tanpa adanya tatap muka, digitalisasi juga menutup adanya potensi perbedaan layanan yang diberikan kepada setiap wajib pajak.

Dalam publikasi berjudul Indonesia Embraces the Next Stage of Tax Digitisation: What Can be Expected?, dua founder DDTC, yakni Darussalam dan Danny Septriadi, memaparkan bahwa pemanfaatan teknologi dalam pelayanan pajak berpeluang menciptakan keadilan. Caranya, dengan memastikan seluruh segmentasi wajib pajak terlibat sesuai proporsi kewajibannya.

Tak cuma itu, digitalisasi pajak juga menekan celah tindak korupsi.

Baca Juga:
Tren Penerimaan Perpajakan Pemerintah Hindia Belanda 1817-1939

Berbeda dengan kejadian 100 tahun lampau, pelayanan pajak kini diberikan bukan berdasarkan status sosial-ekonominya.

Pekerjaan rumah pemerintah untuk menegakkan sistem pajak berkeadilan memang masih banyak. Namun, rambu-rambunya sudah makin terlihat melalui langkah reformasi yang kini tengah berjalan.

Kendati konsep keadilan perpajakan masih berproses, semua wajib pajak kini punya posisi yang setara untuk mengakses pelayanan prima dari pemerintah. Kekesalan Tjokroaminoto tentang 'si Kromo' yang lesehan beralas tanah tak perlu terjadi lagi. (sap)

Baca Juga:
Prasasti Taji: Muat Penjelasan Soal Pajak di Era Mataram Kuno


Sumber:
1. Marihandono, et al, 2015. H.O.S. Tjokroaminoto: Penyemai Pergerakan Kebangsaan dan Kemerdekaan, Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional
2. Junisar, Hurri, Heri Priyatmoko, 2017. Jejak Pajak Indonesia Abad ke-7 Sampai 1966, Jakarta: Ditjen Pajak

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 23 November 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tingkatan Pemungutan Pajak Era Kerajaan Nusantara

Sabtu, 16 November 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Sumber Pembiayaan Negara Awal Kemerdekaan, Pajak Sempat ‘Disingkirkan’

Sabtu, 09 November 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Siasat Pendudukan Jepang Memanfaatkan Pajak untuk Mendanai Perang

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:25 WIB LUIGI EINAUDI:

‘Presumptive Tax Memastikan Orang Setor Pajak Sesuai Porsinya’

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP