RESENSI BUKU

Memahami Konsep Pajak dan Kaitannya dengan Konstitusi

Redaksi DDTCNews | Selasa, 27 Februari 2024 | 11:15 WIB
Memahami Konsep Pajak dan Kaitannya dengan Konstitusi

SLOGAN ‘no taxation without representation’ yang sudah muncul sejak abad ke-18 di Amerika masih sangat relevan. Pemerintah tidak boleh memungut pajak tanpa persetujuan rakyat. Slogan itu menjadi dasar kuat dalam legislasi di bidang perpajakan.

Kepentingan masyarakat secara keseluruhan harus terwakili dalam konsep pajak yang adil. Oleh karena itu, pajak tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara. Pajak juga harus dipandang dari perspektif demokratis untuk memastikan terciptanya keadilan di tengah masyarakat.

Isu tersebut menjadi bagian dari pembahasan dalam buku berjudul The Concept of Tax. Buku ini merupakan laporan akhir dari pertemuan tahunan European Association of Tax Law Professional (EATLP) yang diadakan di Caserta (Naples) pada 2005.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Berfokus pada konsep pajak di berbagai negara, buku ini menekankan pentingnya prinsip legalitas hukum pajak. Dengan prinsip ini, setiap pajak harus mempunyai dasar kuat dalam undang-undang yang setujui oleh parlemen.

Ketentuan konstitusional di sebagian besar negara mensyaratkan tidak ada pajak yang dapat dipungut selain berdasarkan undang-undang. Contoh, Pasal 23 konstitusi Italia menegaskan tidak ada seorang pun yang dapat dipaksa untuk melakukan pembayaran tanpa dasar hukum.

Penerapan prinsip legalitas ini dapat mencegah perlakuan sewenang-wenang dari kekuasaan negara. Oleh karena itu, perlindungan hak-hak dasar wajib pajak perlu dijamin dan yang diatur dalam undang-undang dasar suatu negara atau konstitusi.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Namun, tidak adanya aturan spesifik dalam undang-undang bukan berarti menandakan tidak adanya perlindungan secara hukum. Contoh yang diberikan dalam buku ini adalah prinsip ability to pay di Jerman.

Prinsip ability to pay di Jerman dikembangkan berdasarkan prinsip umum (non-tax) dan tidak diatur secara spesifik dalam undang-undang dasar. Namun, kasus hukum Mahkamah Konstitusi Jerman sehubungan dengan ability to pay jauh lebih pasti dibandingkan kasus di Italia yang sudah mempunyai pengaturan secara eksplisit dalam konstitusinya.

Oleh karena itu, apabila konstitusi suatu negara memuat banyak ketentuan mengenai perpajakan, hal itu tidak secara otomatis menjamin adanya perlindungan yang lebih baik terhadap wajib pajak dibandingkan dengan negara-negara yang konstitusinya tidak berwarna pajak.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Prinsip dalam Pemungutan Pajak

BUKU ini juga memuat penjelasan mengenai 2 prinsip penting dalam pemungutan pajak. Pertama, principle of equality (prinsip kesetaraan). Di beberapa negara Eropa, kekuatan pemerintah dalam membuat undang-undang dibatasi oleh prinsip kesetaraan.

Dengan adanya prinsip kesetaraan, semua orang mendapatkan perlakuan yang sama di bawah hukum yang berlaku, termasuk dalam undang-undang perpajakan dan undang-undang yang berkaitan dengan jenis sumber keuangan negara lainnya.

Buku ini memberikan beberapa contoh negara yang telah menerapkan prinsip kesetaraan.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN
  • Austria. Pasal 7 Konstitusi Austria memuat beberapa kriteria pembeda yang dilarang dirumuskan dalam konstitusi, seperti kelahiran, jenis kelamin, negara bagian agama, kelas sosial, ataupun kecacatan.
  • Jeman. Pasal 3 Konstitusi Jerman menyatakan semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Adapun standar pembeda yang dilarang, antara lain jenis kelamin, keturunan, ras, bahasa, keyakinan, serta pendapat agama atau politik.
  • Belanda. Pasal 1 Konstitusi Belanda mengatur semua orang di Belanda harus diperlakukan sama dalam keadaan yang sama. Diskriminasi atas dasar agama, kepercayaan, jenis kelamin, ras, atau alasan lain apapun tidak diizinkan.
  • Belgia. Pasal 172 Konstitusi Belgia menetapkan bahwa aturan pajak khusus tidak mengatur hak istimewa terkait dengan pajak dan tidak ada pembebasan atau pengurangan pajak yang dapat ditetapkan, kecuali melalui undang-undang.
  • Spanyol. Pasal 31 Konstitusi Spanyol menyatakan setiap orang harus menyumbang untuk pengeluaran publik berdasarkan pada kemampuan melalui sistem perpajakan yang adil dan progresif berdasarkan prinsip kesetaraan.

Namun, perlindungan konstitusi terhadap undang-undang perpajakan yang diskriminatif tidak sepenuhnya diatur secara universal. Contoh, di Inggris, prinsip tersebut tidak ada dalam konstitusi tertulis. Konsekuensinya, tidak ada aturan formal yang dapat digunakan untuk menggugat undang-undang perpajakan atas dasar ketidaksesuaian dengan norma konstitusi, seperti prinsip kesetaraan.

Kedua, ability to pay. Pada dasarnya, setiap wajib pajak harus mendapat beban sesuai dengan kemampuan ekonominya untuk membiayai kegiatan pemerintah. Ketika prinsip ability to pay tidak dijamin secara konstitusional, ada potensi munculnya kebebasan para pembuat undang-undang dalam penentuan struktur sumber pembiayaan negara.

Terdapat beberapa negara yang telah mengatur prinsip tersebut.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja
  • Prancis. Pasal 13 Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara Prancis menetapkan bahwa kontribusi bersama yang diperlukan untuk pemeliharaan publik dan biaya administrasi harus didistribusikan secara merata di antara semua warga negara sebanding dengan kemampuan mereka.
  • Spanyol. Pasal 31.1 Konstitusi Spanyol menyatakan setiap orang harus menyumbang untuk menopang pengeluaran publik sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka melalui sistem pajak yang adil berdasarkan prinsip kesetaraan.
  • Yunani: Pasal 4 (5) Konstitusi Yunani mengatur keharusan sekaligus tanpa diskriminasi bagi warga negara Yunani untuk berkontribusi dan berbagi beban pengeluaran publik sesuai dengan kemampuan mereka.
  • Italia. Pasal 53 Konstitusi Italia menetapkan setiap orang harus menyumbang pada pengeluaran publik sesuai dengan kemampuannya.

Dari contoh-contoh di atas terlihat ada negara yang tidak mempunyai pengaturan secara formal dalam konstitusi, tetapi mengikuti prinsip formal lainnya. Hal ini berbeda dengan pendekatan yang mengatur secara eksplisit prinsip ability to pay dalam konstitusi.

Lantas, timbul suatu pertanyaan, apa nilai tambah yang didapat ketika memasukkan prinsip ability to pay pada konstitusi secara spesifik dibandingkan dengan mengatur prinsip tersebut dalam kerangka konstitusi umum (non-tax)?

Beberapa penulis Italia berpendapat tidak ada nilai tambah. Hal ini dikarenakan prinsip ability to pay akan tetap berlaku dalam hukum Italia meskipun Pasal 53 tidak ada. Pada dasarnya, Pasal 53 yang mengatur prinsip ability to pay merupakan implementasi dari Pasal 2 dan Pasal 3 konstitusi Italia.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Dengan kata lain, prinsip kesetaraan dan prinsip ability to pay tidak memiliki hubungan dengan cara penyusunan aturan-aturan tersebut secara formal dalam konstitusi, baik secara spesifik/khusus ataupun universal (non-tax).

Pendelegasian Kekuasaan

TIDAK sampai disitu, buku ini juga mengulas tentang pendelegasian kekuasaan kepada lembaga eksekutif. Peraturan-peraturan pendukung sehubungan dengan pajak umumnya dapat didelegasikan kepada lembaga ekskutif.

Namun, penulis menilai dengan adanya pendelegasian wewenang, ada potensi hilangnya kekhususan prinsip legalitas pajak. Dengan demikian, agar pajak memiliki dasar hukum yang kuat maka unsur-unsur esensial harus ditetapkan dalam undang-undang, seperti definisi wajib pajak, objek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, dasar administrasi, dan litigasi.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Masih banyak pembahasan menarik lainnya dalam buku ini. Sebagai gambaran, buku ini berisi 4 bagian utama. Pertama, pengenalan umum tentang konsep pajak. Kedua, gambaran umum sumber dana (loans, donations, fines, fees, dan social security contributions) yang diperoleh pemerintah.

Ketiga, definisi pajak dan jenis pajak. Keempat, pembahasan mengenai aturan-aturan hukum yang berbeda secara eksplisit atau implisit yang mengacu pada konsep hukum pajak.

Buku ini menampilkan sejumlah tulisan dari para kontributor yang ahli pada bidangnya. Mereka adalah Reuven Avi-Yonah, Marco Barassi, William B. Barker, Marc Bourgeois, Jennifer E. Farrell, Lorenzo del Federico, Marco Aurelio Greco, dan Pedro M. Herrera.

Baca Juga:
Semarakkan HUT ke-253, Pemda Adakan Program Pemutihan Denda PBB-P2

Kemudian, ada Adolfo J. Martin Jimenez, Michael Lang, Gerard T.K. Meussen, Bruno Peeters, Kees van Raad, Claudio Sacchetto, Pietro Selicato, Gisela Ruth Suchy, dan Henk Vording. Adapun Bruno Peeters juga bertindak sebagai editor.

Buku ini masih sangat relevan di Indonesia. Terlebih, perlindungan atas hak-hak dasar wajib pajak belum diatur secara eksplisit dalam konstitusi UUD 1945. Buku setebal 325 halaman ini memuat analisis dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga pembaca akan mendapat pemahaman yang luas.

Buku ini dapat menjadi pedoman atau referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, ataupun masyarakat yang ingin mengetahui konsep pajak di negara-negara lain. Tertarik membaca buku ini? Silakan baca langsung di DDTC Library. (Maria Magdalena/kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah