KONSULTASI

Mekanisme Pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 23

Redaksi DDTCNews | Kamis, 04 Juni 2020 | 18:50 WIB
Mekanisme Pengajuan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 23

Dea Yustisia,
DDTC Fiscal Research

PERTANYAAN:
Perkenalkan saya Kusuma, seorang karyawan di salah satu perguruan tinggi swasta. Secara pribadi, saya telah membuat alat berupa disinfectant chamber yang dipergunakan Dinas Kesehatan kota tempat saya bermukim.

Dalam prosesnya, saya diminta oleh Dinas Kesehatan tersebut untuk mengajukan fasilitas pajak sesuai dengan PMK 28/2020. Pertanyaan saya, apakah saya boleh mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 23 sesuai dengan PMK 28/2020?

Mohon bantuannya. Terima kasih.

JAWABAN:
Terima kasih Bapak Kusuma atas pertanyaannya. Pertama-tama, kita perlu merujuk lebih dulu pada jenis pajak yang diberikan insentif berdasarkan PMK 28/2020. Beleid ini mengatur tiga jenis insentif pajak.

Pertama, insentif atas pemotongan PPh Pasal 21 untuk WPDN orang pribadi. Kedua, insentif atas pemotongan PPh Pasal 23 untuk WPDN yang berbentuk badan dan BUT. Ketiga, insentif atas pemungutan PPh Pasal 22 impor oleh Bank Devisa atau DJBC.

Secara tidak langsung, berdasarkan informasi diberikan, Bapak hanya berhak memperoleh insentif atas PPh Pasal 21 dengan asumsi Bapak merupakan wajib pajak orang pribadi dan tidak memiliki usaha tertentu yang dapat digolongkan sebagai wajib pajak badan.

Dengan demikian, Bapak sebagai WPDN orang pribadi dapat dianggap pula sebagai pekerja bebas. Berkaitan dengan ini, penghasilan yang Bapak terima sehubungan dengan jasa yang dilakukan, yakni yang berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun yang dipotong PPh Pasal 21 selain penghasilan atas jasa yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), akan berhak memperoleh insentif pemotongan atas PPh Pasal 21 sesuai PMK 28/2020.

Untuk diketahui, pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam PMK 28/2020 diberikan secara langsung tanpa melalui penerbitan SKB pemotongan PPh Pasal 21.

Selanjutnya, kita akan melihat persyaratan pengajuan fasilitas yang Bapak tanyakan, yakni berupa insentif PPh Pasal 23 sesuai PMK 28/2020.

Menurut peraturan perpajakan tersebut, SKB pemotongan PPh Pasal 23 hanya diberikan kepada WP badan dalam negeri dan BUT yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas jasa yang tertera dalam PMK 28/2020 ini.

Jenis jasa yang dimaksud mencakup jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Perubahan Keempat UU PPh.

Dengan demikian, apabila Bapak ingin mengajukan fasilitas pajak PPh Pasal 23 sesuai PMK 28/2020, Bapak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk menjadi wajib pajak badan.

Selama masa kahar ini, DJP menganjurkan masyarakat untuk mengajukan permohonan NPWP secara daring, yaitu melalui fitur e-Reg. Namun, permohonan pengajuan NPWP juga dapat dilakukan melalui pos ataupun kurir ke KPP tempat lokasi perusahaan berada.

Berdasarkan PMK 182/2015 s.t.d.t.d PMK 147/2017 dan PER-02/2018 s.t.d.t.d. PER-04/2020, terdapat beberapa jenis dokumen yang harus dilengkapi untuk memperoleh NPWP badan yang berorientasi pada profit.

Pertama, dokumen yang menunjukkan identitas diri salah satu pengurus perusahaan. Bagi WNI, dokumen yang dipersyaratkan ialah KTP dan NPWP, sedangkan bagi WNA dokumennya berupa paspor dan/atau NPWP.

Kedua, dokumen pendirian perusahaan. Dokumen ini dapat berupa akta perusahaan dan perubahannya bagi WPDN maupun surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi BUT dan kantor perwakilan perusahaan asing.

Ketiga, surat pernyataan bermaterai dari salah satu pengurus perusahaan yang menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan usaha tersebut dilakukan.

Keempat, dokumen yang menunjukkan adanya pemberian izin usaha atau kegiatan dari pejabat atau instansi yang berwenang. Salah satu bentuk dokumen keempat ini ialah Surat Keterangan Domisili (SKD).

Berkaitan dengan jangka waktu penerbitannya, PMK 182/2015 menyatakan bahwa NPWP akan diterbitkan paling lama satu hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.

Namun demikian, pada masa kahar yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 terdapat potensi keterlambatan atas penerbitan produk hukum terkait layanan administrasi perpajakan. Hal ini diatur dalam SE-26/2020.

Berdasarkan ketentuan tersebut, produk pelayanan administrasi perpajakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Dirjen Pajak, dan/atau Surat Edaran Dirjen Pajak yang mengatur jangka waktu penyelesaian paling lama satu sampai dengan tujuh hari kerja, jangka waktu penyelesaiannya kemudian diperpanjang menjadi paling lama lima belas hari kerja sejak permohonan diterima lengkap selama masa kahar.

Jangka waktu penyelesaian berdasarkan SE-26/2020 ini sendiri terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap dalam alamat email resmi dari DJP, KPP, dan KP2KP sebagaimana yang tertera di laman https://pajak.go.id/id/unit-kerja.

Selain itu, apabila wajib pajak menyampaikan permohonan pelayanan administrasi perpajakan melalui pos atau jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat (BPS) maka jangka waktu penyelesaiannya terhitung sejak diterbitkannya BPS atas permohonan wajib pajak oleh Kanwil DJP, KPP, maupun KP2KP.

Selanjutnya, apabila Bapak dikukuhkan sebagai WPDN badan melalui penerbitan NPWP perusahaan yang telah diajukan sebelumnya berdasarkan penjabaran di atas, Bapak telah dapat mengajukan permohonan insentif pajak PPh Pasal 23 sesuai PMK 28/2020.

Permohonan dapat diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP lokasi pelaporan SPT tahunan perusahaan dengan contoh format yang tertera dalam Lampiran Huruf B PMK 28/2020. Selain itu, pengajuan juga dapat dilakukan secara daring. Simak artikel 'Minta SKB PPh Pasal 22 & PPh Pasal 23 Sudah Bisa Lewat DJP Online'.

Keputusan atas permohonan insentif ini akan ditetapkan paling lama lima hari kerja setelah permohonan diterima lengkap, baik yang berupa penerbitan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 23 maupun yang berupa Surat Penolakan.

Apabila dalam jangka waktu bersangkutan belum terdapat keputusan maka permohonan insentif Bapak kemudian dianggap diterima.

Namun, perlu diperhatikan bahwa jangka waktu penerbitan produk hukum permohonan SKB PPh Pasal 23 ini juga dapat diperpanjang menjadi paling lama lima belas hari kerja apabila mengacu pada informasi yang tertera dalam SE-26/2020.

Demikian informasi dari kami. Semoga dapat membantu menjawab pertanyaan Bapak Kusuma.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected].

Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

14 Desember 2020 | 15:09 WIB

mau tanya bagaimana caranya melakukan pengajuan penghapusan untuk suket PPh Pasal 23 ya? soalnya salah bikin suket biasanya hanya pakai PPh Pasal 22 saja, mohon jawabannya ya terimakasih:)

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 24 Desember 2024 | 13:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Coretax Berlaku Nanti, Masih Bisa Minta Dokumen Dikirim Secara Fisik?

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Rabu, 18 Desember 2024 | 14:00 WIB KONSULTASI CORETAX

Karyawan yang Diberikan Kuasa untuk Coretax, Apakah Harus Ikut USKP?

Selasa, 17 Desember 2024 | 11:01 WIB KONSULTASI CORETAX

Lapor SPT Tahunan OP Tahun Pajak 2024, Pakai DJP Online atau Coretax?

BERITA PILIHAN