RESENSI BUKU

Melihat Penyebab dan Dampak Kompetisi Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 23 Februari 2023 | 15:22 WIB
Melihat Penyebab dan Dampak Kompetisi Pajak

KOMPETISI pajak (tax competition) menjadi isu yang makin besar dalam beberapa dekade terakhir. Fenomena itu terjadi seiring dengan peningkatan integrasi ekonomi karena adanya transaksi perdagangan dan investasi lintas batas. Digitalisasi turut memengaruhi.

Munculnya kompetisi pajak dibarengi dengan upaya penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Tidak mengherankan jika sejumlah organisasi internasional, negara, dan kelompok regional mulai mencoba membuat sistem pajak internasional baru.

Bahasan mengenai kompetisi pajak menjadi topik utama sejumlah penulis buku Winning The Tax Wars: Tax Competition and Cooperation. Buku itu mengulas adanya ‘perlombaan’ yang muncul sebagai dampak dari upaya tiap negara memodernisasi sistem pajaknya.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Buku setebal 181 halaman tersebut disunting oleh tax expert dari Kanada Brigitte Alepin, Director United Nations (UN) sekaligus mantan Lead Economist World Bank Blanca Moreno-Dodson, serta profesor hukum dari McGill University Louise Otis.

Pada bagian awal, buku menyajikan tulisan dari Blanca Moreno-Dodson. Dia menulis ulasan terkait dengan kontribusi dan perspektif Vito Tanzi—ekonom Harvard University—terhadap kompetisi pajak antarnegara di dunia.

Dia menyatakan pada masa dahulu, otoritas pajak belum terlalu menaruh perhatian terhadap modernisasi transaksi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, otoritas pajak mulai menyadari dampak dari modernisasi transaksi itu terhadap potential loss penerimaan negara.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Situasi itu menyulut negara-negara mendesain regulasi perpajakannya. Namun, situasi ini justru memunculkan kompetisi antarnegara. Pasalnya, negara-negara di dunia berlomba-lomba memberi tarif pajak rendah untuk menarik investasi.

Hal senada juga disampaikan Vanessa Houlder dalam salah satu bab berjudul Tax Competition or Tax Cooperation pada buku ini. Dia menyatakan tax competition dilatarbelakangi makin berkembangnya globalisasi dan integrasi ekonomi.

Globalisasi dan integrasi ekonomi membuat wajib pajak dapat dengan mudahnya menerima penghasilan tidak hanya dari tempat tinggalnya. Dari sinilah muncul permasalahan karena otoritas pajak sulit memajaki penghasilan dari luar yurisdiksi mereka.

Baca Juga:
Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Oleh karena itulah, otoritas pajak di berbagai negara berusaha membuat regulasi yang ramah terhadap subjek pajak negara lain. Hal tersebut untuk mendorong mereka menjadi wajib pajak dalam negeri tempat otoritas tersebut berada.

Tidak mengherankan jika tax competition lebih sering dikaitan dengan cara pemerintah suatu negara memodifikasi pajak penghasilan (PPh) badan untuk menarik modal dari luar negeri. Padahal, tax competition sebenarnya lebih luas karena menyangkut alokasi hak pemajakan (taxing rights).

Karena luasnya dampak dari tax competition, setiap negara perlu untuk memperhatikan perkembangan fenomena ini. Bagaimanapun, tax competition berkaitan dengan pemberian fasilitas pajak dan berpengaruh pada kebijakan makroekonomi negara lain.

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Penulis mengambil data dari Devereux et al. (2014) dan Clausing et al. (2016). Penelitian Devereux dkk pada 2014 menyatakan untuk negara anggota OECD, penurunan tarif 1% PPh badan sebuah negara berpengaruh sebesar rata-rata 0,7% bagi negara lain.

Penelitian Clausing dkk lebih menitikberatkan pengaruh kebijakan pajak negara adidaya, seperti Amerika Serikat (AS), terhadap negara lain. Clausing menyatakan penurunan tarif PPh badan di AS akan memengaruhi negara lain untuk turut serta menurunkan tarif pajaknya.

Penulis juga berpendapat isu tax competition menyebabkan pengalihan laba (profit shifting) ke negara lain. Perusahaan multinasional akan memilih negara dengan fasilitas pajak yang lebih menguntungkan. Dengan demikian, ada risiko penggerusan basis pajak.

Baca Juga:
Ramai Lapor ke Otoritas, WP di Negara Ini Muak dengan Tax Evasion

Untuk merespons isu tax competition, menurut penulis, setiap negara perlu bekerja sama secara internasional. Dia menyebut salah satunya terkait dengan kesepakatan mengenai kebijakan tarif PPh badan.

Secara umum, buku ini banyak mengambil referensi kebijakan perpajakan internasional. Selain itu, penggunaan referensi kebijakan kerja sama perpajakan regional juga menjadi salah satu bagian menarik dalam buku ini.

Buku ini sangat relevan dengan situasi yang ada sekarang. Terlebih, buku ini juga membahas mengenai pemajakan perusahaan multinasional pada era globalisasi, kepatuhan pajak global, serta ulasan tentang pajak kekayaan, pemajakan terkait dengan karbon, dan pajak tembakau.

Baca Juga:
Mahasiswa UII! Yuk Ikut Pembekalan Softskill dan Tips Magang di DDTC

Buku terbitan Wolter Kluwer ini sangat cocok untuk akademisi dan pembuat kebijakan. Berbagai poin terkait dengan urgensi kerja sama internasional dalam bidang perpajakan dapat dijadikan referensi pembuatan desain kebijakan ke depan.

Bagaimana, tertarik membaca buku ini? Anda bisa berkunjung ke DDTC Library. (Sabian Hansel/kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA NATAR

Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja