PAJAK telah lama menjadi instrumen dalam rangka menghimpun penerimaan negara. Pemerintah Inggris bahkan sempat menelisik berbagai macam komoditas dan beragam hal untuk dijadikan objek pajak guna membiayai perang.
Salah satu bentuk pajak yang dijadikan alat penghimpun dana perang tersebut ialah pajak batu bata. Menariknya, kondisi tersebut juga membuat adanya perubahan arsitektur kala itu. Sebab, tak sedikit wajib pajak yang memilih material lain dalam konstruksi bangunannya agar tidak dipajaki.
Lantas, apa itu pajak batu bata? Pajak batu bata (brick tax) adalah pajak berdasarkan jumlah batu bata pada sebuah bangunan yang sempat berlaku di Britania Raya (Conway, 2019).
Pajak tersebut diperkenalkan oleh Raja George III pada 1784 untuk membantu membiayai perang melawan kolonial Amerika (Conway, 2019; Murden, 2015).
Batu bata awalnya dikenakan pajak sebesar 2s 6d (2 shilling 6 pence) per seribu batu. Tarif tersebut kemudian dinaikkan menjadi 4 shilling per seribu batu bata pada 1794 dan terus menerus mengalami penyesuaian (Lucas, 1997).
Kala itu, pajak batu bata diterapkan hampir tanpa pengecualian (Conway, 2019). Alhasil, penerapan pajak ini sangat tidak populer dan mendorong orang untuk menghindarinya (Murden, 2015). Terdapat 2 tindakan yang umumnya diambil guna menghindari atau meminimalisasi pajak batu bata.
Pertama, batu bata tak lagi digunakan sebagai bahan bangunan di daerah pedesaan. Kedua, produsen meningkatkan atau menggandakan ukuran batu bata yang diproduksi sehingga lebih sedikit batu bata yang dibutuhkan untuk bangunan yang sama (Conway, 2019).
Pada muaranya, tindakan untuk menghindari pajak batu bata mendistorsi desain arsitektur dan estetika bangunan. Namun, langkah itu tidak berjalan baik. Sebab, pemerintah Inggris mengubah peraturannya dan menetapkan ukuran maksimum sebuah batu bata (Lucas, 1997).
Berdasarkan ketentuan baru, tarif pajak dinaikkan jika batu bata melebihi batas ukuran maksimum. Penerapan pajak batu bata juga menggeser pilihan bahan konstruksi. Adapun material alternatif seperti kayu dan batu lebih populer (Conway, 2019).
Selain berpengaruh pada arsitektur, pajak batu bata juga merugikan industri batu bata. Tak sedikit, produsen batu bata kecil yang gulung tikar sebagai buntut penerapan pajak tersebut (Conway, 2019). Ketidakpopuleran pajak batu bata berujung pada pencabutan pajak ini pada 1850 (Murdem, 2015).
Secara garis besar, pajak batu bata disahkan menjadi undang-undang pada Agustus 1784. Undang-undang mengenai pajak batu bata tersebut beberapa kali mengalami modifikasi dan klarifikasi sampai akhirnya dicabut pada Maret 1850 (Lucas, 1997).
Kendati pajak tersebut telah dicabut, pemerintah Inggris tidak mengambil tindakan apa pun untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh pajak tersebut. Bangunan dengan batu bata berukuran lebih besar atau dengan bahan alternatif menjadi saksi bisu akan penerapan pajak satu ini.
Serupa dengan pajak cerobong asap (hearth tax) dan pajak jendela, pengamat menilai penerapan pajak batu bata juga merusak gaya dan keindahan arsitektur. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.