INFO PERPAJAKAN

Anda Masih Belum Tahu Manfaat PPS? Simak Ini dan Segera Ikut

Redaksi DDTCNews | Senin, 30 Mei 2022 | 10:00 WIB
Anda Masih Belum Tahu Manfaat PPS? Simak Ini dan Segera Ikut

PANDEMI Covid-19 merupakan kejadian tidak biasa bagi seluruh dunia. Di Indonesia, pandemi Covid-19 telah melanda selama lebih dari dua tahun dan menyerang ke berbagai sektor, antara lain kesehatan, perekonomian, pendidikan, sosial, dan lainnya.

Merespons kondisi tersebut, tiap negara telah mengambil kebijakan penanganan pandemi. Indonesia sendiri telah sangat banyak mengeluarkan kebijakan yang dikhususkan untuk melindungi kehidupan bermasyarakat.

Pada bidang perekonomian, pemerintah memberi tambahan penghasilan bagi tenaga kesehatan yang menangani pandemi Covid-19, program Bantuan Langsung Tunai (BLT), insentif perpajakan, serta berbagai kebijakan lainnya.

Pemulihan dari pandemi ini memerlukan pendanaan yang sangat banyak. Pemerintah terus memikirkan cara penggalian potensi sebagai upaya meningkatkan pemasukan dana yang sangat diperlukan untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, pemerintah menghadirkan suatu program dalam bidang perpajakan yang bernama Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Program ini merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diundangkan pada 29 Oktober 2021.

PPS merupakan program inisiasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak agar menuntaskan kewajiban perpajakan yang belum terselesaikan dengan membayarkan pajak penghasilan (PPh) ke kas negara berdasarkan pada pengungkapan harta.

PPS hanya berlaku pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022, sehingga wajib pajak diharapkan dapat memanfaatkan program ini dengan baik. Adapun PPS sendiri terdiri atas 2 skema kebijakan.

Kebijakan I adalah pembayaran PPh final berdasarkan pada pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty/TA). Basis pengungkapannya yaitu harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti TA. Kebijakan I dapat diikuti oleh wajib pajak peserta TA, baik itu wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi.

Kebijakan II adalah pembayaran PPh final berdasarkan pada pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020. Basis pengungkapannya yaitu harta perolehan tahun 2016 sampai dengan 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020. Kebijakan II dapat diikuti oleh wajib pajak orang pribadi saja.

Untuk mengikuti PPS ini, wajib pajak menghitung PPh yang harus dibayarkan sesuai dengan tarif yang telah ditentukan di masing-masing kebijakan. Tarif dikenakan setelah wajib pajak mengetahui nilai harta bersih yang dimiliki yang belum diungkapkan kepada DJP. Harta bersih merupakan nilai harta dikurangi pokok utang.

Kemudian, wajib pajak harus melaporkan pajak yang telah dibayar tersebut ke dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH). SPPH dapat disampaikan secara elektronik melalui akun wajib pajak dengan login melalui laman https://djponline.pajak.go.id dalam jangka waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).

Adapun kelengkapan SPPH adalah SPPH induk, daftar perincian harta bersih, daftar utang, dan pernyataan repatriasi dan/atau investasi. Tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II adalah pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum), unggah surat permohonan pencabutan banding, gugat, dan/atau PK dan pernyataan tidak meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Manfaat Ikut PPS

Ada sejumlah manfaat yang akan didapat wajib pajak jika mengikuti PPS. Berikut ini perincian manfaat sesuai dengan skema kebijakan.

Kebijakan I

  1. Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang kurang dibayar); dan
  2. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.

Kebijakan II

  1. Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap; dan
  2. Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.

Berdasarkan pada data yang telah dihimpun oleh DJP per 10 Mei 2022 pukul 08.00 WIB, PPh yang telah terkumpul dari PPS ini sebanyak Rp8.141,32 miliar dan diikuti oleh 41.931 wajib pajak di seluruh Indonesia.

Informasi lebih lanjut mengenai PPS dapat diakses pada situs https://pajak.go.id/pps dan ketentuan PPS diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Wajib pajak diimbau untuk dapat mengikuti PPS ini dengan baik dan benar. Pajak yang dibayarkan dapat digunakan untuk mendorong percepatan pemulihan pasca pandemi Covid-19 dan meningkatkan pemulihan ekonomi nasional di dalam berbagai sektor kegiatan masyarakat Indonesia.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Audina Pramesti 30 Mei 2022 | 22:50 WIB

Kebijakan PPS dapat dimanfaatkan bagi wajib pajak yang belum menuntaskan kewajiban perpajakannya. Dengan mengikuti PPS, wajib pajak dapat mendapatkan sejumlah keuntungan, diantaranya yaitu terhindar dari sanksi sebesar 200% dari PPh yang kurang dibayar

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja