KEBIJAKAN PAJAK

Mengkaji Alokasi Hak Pemajakan Menurut Model OECD

Hamida Amri Safarina | Jumat, 16 April 2021 | 17:11 WIB
Mengkaji Alokasi Hak Pemajakan Menurut Model OECD

Tampilan depan buku berjudul Source Versus Residence: Problems Arising from the Allocation of taxing Rights in Tax Treaty Law and Possible Alternatives.

GLOBALISASI mendorong kegiatan bisnis atau aktivitas ekonomi lintas batas yang menimbulkan kewajiban perpajakan pada lebih dari satu negara. Hal inilah yang kemudian mendorong negara-negara membentuk jaringan besar untuk menyusun perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty.

Perkembangan jaringan P3B yang ada saat ini merupakan hasil negosiasi dari negara-negara yang bertujuan untuk mengatasi masalah pajak berganda. Namun, dalam implementasinya, sering kali pihak-pihak tertentu mencari sekaligus memanfaatkan celah P3B tersebut.

Selain itu, dalam praktiknya, berbagai pihak juga masih kesulitan dalam menginterpretasikan P3B untuk menentukan alokasi hak pemajakan negara bersangkutan. Isu mengenai pajak berganda dan alokasi hak pemajakan inilah yang menjadi pembahasan dalam buku yang berjudul Source Versus Residence: Problems Arising from the Allocation of taxing Rights in Tax Treaty Law and Possible Alternatives.

Baca Juga:
Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Buku terbitan 2017 ini berisi mengenai interpretasi dan penerapan aturan alokasi hak pemajakan berdasarkan pada Model OECD, implementasi, dan usulan solusi alternatif atas celah aturan yang masih ada dalam P3B.

Buku ini merupakan kompilasi 19 makalah yang ditulis para ahli perpajakan dari berbagai negara. Bahasan dalam buku ini dirancang untuk menganalisis aturan alokasi pemajakan berdasarkan OECD Model dan kaitannya dengan P3B.

Seperti diketahui, pembentukan P3B oleh berbagai negara merujuk dan berpanduan pada Model OECD. Sumber hukum dari ketentuan pemungutan pajak penghasilan ditentukan berdasarkan pada Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 Model OECD tersebut.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Adapun Pasal 6 sampai Pasal 21 Model OECD mengatur mengenai beberapa hal, antara lain penghasilan harta tak bergerak, laba usaha, transportasi perairan darat, pelayaran, dan udara, hubungan istimewa, dividen, bunga, royalti, dan capital gains.

Selain itu, terdapat pula materi mengenai pajak penghasilan atas penghasilan dari hubungan pekerjaan, penghasilan direktur, entertainer dan olahragawan, pensiunan, pegawai pemerintah, dan pelajar, serta penghasilan lain. Para penulis menguraikan satu persatu ketentuan dalam Model OECD yang dikaitkan dengan aturan P3B serta implementasinya.

Pada bagian pertama, salah satu penulis, Ekkehart Reimer, menguraikan ketentuan Pasal 6 Model OECD mengenai penghasilan dari harta tak bergerak. Pasal ini mengatur harta tak bergerak yang dimiliki suatu perusahaan subjek pajak dalam negeri suatu negara (negara domisili) dan harta tersebut terletak di negara lainnya (negara sumber) dapat dikenakan pajak di negara tempat harta tersebut berada.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Dalam konteks ini, hak pemajakan negara sumber mempunyai keutamaan atas hak pemajakan negara lainnya. Dalam bab ini, Reimer menjelaskan justifikasi atas penggunaan prinsip tersebut dan diikuti dengan uraian kasus penentuan hak pemajakan harta tak bergerak di dua negara (standard case) dan lebih dari dua negara (triangular case). Menurutnya, sejauh ini, model OECD memberikan alternatif solusi atas persoalan pemungutan pajak penghasilan harta tak bergerak.

Selain itu, dalam buku ini juga dibahas mengenai pemungutan pajak atas penghasilan seorang entertainer dan olahragawan yang diatur dalam Pasal 17 Model OECD. Pembahasan bagian ini dilakukan oleh Daniel Sandler.

Sebagai informasi, Pasal 17 Model OECD mengatur pemajakan atas penghasilan entertainer dan olahragawan yang merupakan subjek pajak dalam negeri suatu negara dari kegiatan hiburan dan olahraga yang dilakukannya di negara lain.

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Pasal 17 Model OECD memberikan hak pemajakan atas penghasilan entertainer dan olahragawan kepada negara tempat hiburan dan olahraga dilakukan atau kepada negara sumber. Persoalan timbul ketika entertainer atau olahragawan memperoleh pendapatan dari berbagai negara, sedangkan periode waktu yang mereka habiskan di suatu negara juga begitu singkat.

Menurut Sandler, keberadaan Pasal 17 Model OECD ini memperumit dalam penentuan hak pemajakan entertainer dan olahragawan. Sebab, ruang lingkup pasal ini masih belum jelas. Kebijakan ini memberikan kesulitas dalam hal administrasi pajak bagi wajib pajak dan otoritas pajak. Penerimaan pajak yang diperoleh negara-negara juga tidak banyak. Oleh karena itulah, penulis kemudian mengusulkan agar Pasal 17 Model OECD dihapuskan.

Masih banyak lagi isu penentuan hak alokasi pemungutan pajak penghasilan yang dibahas dalam buku ini. Satu hal yang pasti, buku ini menawarkan berbagai perspektif terkait dengan berbagai isu perpajakan internasional, khususnya berkaitan interpretasi P3B.

Para akademisi, parktisi, dan masyarakat umum dapat menjadikan buku ini sebagai referensi untuk mempelajari perpajakan internasional. Tertarik membaca buku ini? Silakan baca langsung di DDTC Library. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

16 April 2021 | 22:57 WIB

Terimakasih banyak DDTC atas ilmu dan info terkait buku pajak

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:12 WIB LITERATUR PAJAK

Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah