LAPORAN WOLRD BANK

World Bank Usulkan Indonesia Revisi Skema Tarif PPh Orang Pribadi

Muhamad Wildan | Kamis, 16 Juli 2020 | 15:03 WIB
World Bank Usulkan Indonesia Revisi Skema Tarif PPh Orang Pribadi

Ilustrasi. (DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews—World Bank mengusulkan pemerintah untuk merevisi skema tarif pajak penghasilan yang dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi untuk meningkatkan progresifitas dari sistem perpajakan di Indonesia.

Usulan itu dituangkan dalam laporan World Bank berjudul 'Indonesia Economic Prospect yang dirilis 16 Juli 2020. Usulan ini juga dalam rangka membantu pemerintah Indonesia meningkatkan penerimaan negara dan menekan ketimpangan.

"Pemerintah perlu meningkatkan tarif PPh orang pribadi sembari menaikkan progresifitasnya sehingga mereka yang berpenghasilan tinggi akan menanggung biaya yang lebih banyak," tulis World Bank, Kamis (16/7/2020).

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Menurut World Bank, tarif penghasilan kena pajak pada lapisan tertinggi sebesar 30% perlu dikenakan terhadap tingkat penghasilan yang lebih rendah. Saat ini, tarif PPh sebesar 30% dikenakan atas lapisan PKP di atas Rp500 juta.

Nominal sebesar Rp500 juta ini, menurut World Bank, perlu diturunkan agar semakin banyak wajib pajak yang menanggung beban tarif PPh sebesar 30%.

Pada saat yang bersamaan, pemerintah perlu menetapkan lapisan penghasilan kena pajak baru di atas empat lapisan penghasilan kena pajak yang saat ini berlaku. Tarif yang dikenakan atas lapisan penghasilan kena pajak tertinggi ini diusulkan sebesar 35%.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Dengan dua langkah itu, tarif PPh orang pribadi tertinggi Indonesia akan semakin mendekati rata-rata tarif PPh orang pribadi tertinggi di negara-negara anggota OECD per 2018 sebesar 41,2%.

Selain itu, World Bank mengusulkan penurunan ambang batas omzet PPh final UMKM dan pengukuhan pengusaha kena pajak dari Rp4,8 miliar menjadi Rp600 juta, serta menghapus PPh final bagi sektor konstruksi dan properti.

Langkah-langkah ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah beban utang yang melonjak akibat pandemi Covid-19 serta mendukung tercapainya status Indonesia sebagai high income country dalam jangka panjang. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?