Direktur Muda Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Renard Widarto.
PASANGAN capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD berjanji menggandakan pendapatan negara dalam 5 tahun apabila terpilih dalam pemilu 2024.
Melalui peningkatan pendapatan, APBN akan memiliki kemampuan untuk merealisasikan berbagai program, termasuk yang diusung ketika masa kampanye.
Pajak akan tetap menjadi kontributor utama. Strategi optimalisasi pajak yang disiapkan antara lain menyederhanakan birokrasi, memberikan literasi, mengakselerasi hilirisasi dan industrialisasi, serta memperkuat penegakan hukum.
Tak ketinggalan, pasangan Ganjar-Mahfud juga menjanjikan sistem pajak yang adil bagi semua lapisan masyarakat.
Dalam wawancara dengan DDTCNews, Direktur Muda Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Renard Widarto menjelaskan arah kebijakan pajak yang ditawarkan pasangan calon ini. Berikut petikannya:
Bicara mengenai arah kebijakan ekonomi dari Mas Ganjar dan Pak Mahfud itu, kita mesti ulas dulu target pertumbuhan ekonomi. Kami mempunyai target pertumbuhan ekonomi 7%. Kenapa minimal 7%? Karena saat ini kita sedang dalam posisi jendela peluang bonus demografi.
Data dependency ratio kita dari 2020 akan terus menurun hingga 2030. Artinya, rasio penduduk yang produktif lebih besar daripada penduduk yang nonproduktif. Nah, setelah 2030 itu nanti bouncing back, dependency ratio akan naik kembali.
Makanya, apabila jendela peluang bonus demografi ini tidak kita manfaatkan dengan baik maka akan menjadi bencana demografi. Usia produktifnya banyak, cuma ekonomi kita tidak bertumbuh dengan baik.
Arah kebijakan Mas Ganjar dan Pak Mahfud adalah bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi kita dengan cepat, dengan sat-set, dengan tas-tes. Bagaimana caranya? Kalau kami jabarkan paling tidak ada 3 cara.
Cara pertama tentu bagaimana pertumbuhan ekonomi itu harus didorong dengan investasi yang efisien. Maka ICOR [incremental capital-output ratio] kita harus turun. Kalau hari ini ICOR kita 7,6, paling tidak kita bisa sama seperti Malaysia 4,5 atau Filipina yang 3,7.
Untuk itu, peran dari birokrasi yang bersih menjadi penting. Di sini kita punya Pak Mahfud yang sudah terbiasa melakukan bagaimana birokrasi yang bersih.
Kedua, meningkatkan nilai tambah yang terjadi dalam rantai ekonomi kita di dalam negeri sebanyak-banyaknya. Maka, fungsi dari industrialisasi atau hilirisasi menjadi penting. Industrialisasi dan hilirisasi harus didorong di semua bidang guna menggerakkan ekonomi.
Ketika proses pertambahan nilai terjadi di dalam negeri dan berpihak kepada anak-anak bangsa sendiri maka pertumbuhan ekonomi akan bergerak dengan sendirinya.
Ketiga, mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas. Apa artinya? Peningkatan pada GDP harus diimbangi dengan peningkatan yang signifikan pada GNP. Alhasil, ekonomi ini tidak hanya tumbuh dengan cepat, tetapi juga berpihak kepada anak bangsa kita sendiri.
Sebenarnya yang menjadi titik berat adalah pada industrialisasi atau hilirisasi di semua bidang penggerak ekonomi. Misal, di bidang ekonomi digital. Industrialisasi harus bergerak di situ, termasuk ekosistem-ekosistem di sekitar itu.
Misal, kita bicara industrialisasi digital dari hulu ke hilir. Dari hardware sampai software. Kemudian, ekosistem di sekitarnya juga. Banyak startup-startup kita yang mendapatkan investasi besar, tetapi ditempatkan di luar negeri dan tidak dalam nilai rupiah.
Coba bayangkan kalau kita bisa membuat regulasi [yang mengaturnya]. Toh kita punya semua seperti market yang besar, yang itu menjadi bidikan semua orang sehingga kita bisa menentukan nasib kita sendiri.
Kita bisa bayangkan investasi pada unicorn-unicorn itu kemudian ditempatkan dalam bentuk rupiah dan disimpan di bank di dalam negeri. Itu akan memiliki efek multiplikasi yang luar biasa. Kebijakan-kebijakan seperti itu yang harus kita dorong dan diperhatikan.
Ini sebenarnya bagaimana pemerintah harus hadir untuk memberikan literasi digital. Literasi digital kan penting. Bagaimana ekonomi digital kita tumbuh kalau masyarakat kita tidak punya literasi digital yang baik?
Bicara tentang literasi digital tentu berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dari anak-anak kita. Makin orang terdidik, pasti punya literasi digital yang makin baik. Mas Ganjar dan Pak Mahfud lantas menerjemahkan itu bagaimana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Makanya, kami punya program 1 keluarga miskin, 1 sarjana.
Kemudian, kalau kita mau bicara ekonomi digital, kita juga harus punya ahli computer science, ahli-ahli yang mengerti blockchain, ahli-ahli artificial intelligence. Bagaimana caranya? Salah satu caranya adalah menggiatkan kegiatan riset.
Ini sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Maka Mas Ganjar dan Pak Mahfud dalam visi-misinya, anggaran riset harus 1% [terhadap PDB] supaya kita salah satunya bisa memiliki SDM yang memang expert di bidangnya dan punya kaliber dunia
Ekosistem digital merupakan ekosistem yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Pemerintah harus hadir untuk memastikan itu secara runtut, secara komprehensif.
Bicara Indonesia Emas 2045, kita mimpinya menjadi high income country. Ini menarik, karena yang digaung-gaungkan Indonesia ternyata memiliki ekonomi terbesar ke-16 di dunia. Tetapi, kadang kita lupa penduduk kita mencapai 278 juta. Maka, kalau kita bagi menjadi GDP per capita, kita kecil sekali. Kurang lebih US$5.100 GDP per kapita kita.
Kalau kita bandingkan dengan negara yang mirip-mirip dengan Indonesia, dengan penduduk 200 jutaan, ada Brasil. Brasil ternyata GDP per kapitanya US$10.200. Kira-kira 2 kali Indonesia.
World Bank telah membuat standar apa yang dinamakan high income country. GDP per capita harus berapa? Kalau dari World Bank US$13.845. Berarti, itu adalah 2,7 kali dari GDP per capita kita hari ini.
Sekarang tinggal berhitung. Kalau kita mau mengejar itu pada 2045 maka pertumbuhan ekonomi kita mesti berapa? Kita masih punya 20 tahun untuk ke arah sana.
Itulah yang kemudian mendasari Mas Ganjar dan Pak Mahfud agar ekonomi kita harus digenjot untuk tumbuh minimal 7%. Jadi, sudah mempertimbangkan visi dan mimpi anak-anak bangsa kita untuk menjadi high income country.
Sebagaimana telah dijabarkan Mas Ganjar dan Pak Mahfud, pembangunan tak boleh hanya dinikmati oleh segelintir anak bangsa. Harus merata. Keadilan sosial harus tercipta bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial itu hari-hari ini wujudnya banyak.
Ini juga yang kemudian diterjemahkan Mas Ganjar dan Pak Mahfud dengan program internet gratis. Hari ini, internet sudah menjadi kebutuhan bagi anak-anak kita untuk melihat dunia.
Kalau kita bicara pembangunan dalam satu kesatuan maka internet harus terkoneksi dan dinikmati oleh anak-anak hingga ke pelosok supaya mereka semua bisa melihat dunia dengan perspektif yang sama dengan kita yang ada di Jakarta, Jawa, atau kota-kota besar lainnya.
Menurut saya, Mas Ganjar dan Pak Mahfud mungkin menjadi satu-satunya calon presiden dan calon wakil presiden yang menaruh perhatian cukup penting soal bagaimana cara kita dalam meningkatkan pendapatan negara.
Mungkin belum ada pasangan calon lain yang menaruh perhatian sedemikian tajam seperti yang sudah dilakukan oleh Mas Ganjar dan Pak Mahfud. Itu tecermin dari beberapa kali pernyataan Mas Ganjar dan Pak Mahfud.
Sebelum kita bicara program, kita bicara mengenai fondasinya dulu. Ada 3 fondasi yang kita singkat sebagai Gaspol. Ga adalah gandakan anggaran, S adalah sikat korupsi, dan Pol adalah poles birokrasi dengan digitalisasi.
Filosofinya adalah bagaimana mengelola negara ini. Pertama, menggandakan pendapatan. Setelah kita punya anggaran yang memadai, kita harus memastikan tidak bocor. Maka KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) harus diberantas.
Setelah kita punya anggaran memadai dan tidak bocor, selanjutnya bagaimana menjalankan birokrasi secara efektif dan efisien. Soal ini, kuncinya ialah digitalisasi birokrasi. Hal ini sudah menjadi barang sangat penting.
Hari ini, pajak memang menjadi sumber pendapatan utama yang ada di negara ini. Namun, sumbernya tidak hanya itu. Setidaknya ada 5 hal yang akan kami kerjakan.
Pertama, tentu dari setoran pajak. Bicara mengenai pajak, ada 3 cara yang paling tidak menurut kami bisa meningkatkan penerimaan.
Satu, bagaimana sistem perpajakan dan birokrasi perpajakan harus dibuat lebih simpel dan mudah sehingga kemudian tidak ada ruang abu-abu lagi. Saya rasa masyarakat sudah cukup dewasa untuk sadar dan membayar pajak.
Dua, bagaimana kita meningkatkan literasi masyarakat tentang pajak karena banyak sekali masyarakat yang belum melek cara melaporkan PPh atau SPT. Itu harus kita mulai dari kurikulum pendidikan kita.
Tiga, pemerintah harus bersih dan transparan sehingga masyarakat percaya pemerintah menggunakan dana pajak mereka untuk membangun negara dengan baik. Ini semua baru cara yang pertama dalam meningkatkan pendapatan negara.
Kedua, bagaimana kita memanfaatkan kekuatan ekonomi-ekonomi baru kita. Ekonomi digital harus bergerak, ekonomi hijau harus bergerak, dan ekonomi biru harus bergerak.
Maka itu, dengan kekuatan ekonomi ini, pertumbuhan ekonomi akan bergerak optimal dan bertumbuh. Tentunya, pertumbuhan ekonomi yang baik tersebut akan menjadi pendorong dalam meningkatkan penerimaan negara.
Ketiga, tentu dari BUMN dan kita punya sovereign wealth fund, yang namanya INA [Indonesia Investment Authority]. BUMN kita 2022 itu kira-kira setoran dividennya cuma Rp40 triliun, kurang lebih 1,6% dari total penerimaan negara. Maka itu, harus dioptimalkan.
Kemudian, sovereign wealth fund kita, dana kelolaannya pada 2022 baru kurang lebih Rp2,4 triliun. Ini tentu juga bisa dimaksimalkan karena pemerintah punya otoritas untuk bagaimana mendorong investasi INA pada sektor-sektor strategis dan memiliki efek multiplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan dampak-dampak ekonomi yang memiliki efek multiplikasi.
Keempat, tentu dengan hilirisasi dan industrialisasi di semua bidang. Bagaimana kita mendorong pertambahan nilai di semua bidang ekonomi berlangsung di dalam negeri dan dikerjakan anak-anak kita. Kalau itu kita lakukan, otomatis pendapatan negara juga akan terdongkrak.
Terakhir, bagaimana kita memastikan iklim investasi kita kondusif. Satu-satunya caranya adalah birokrasi bersih, birokrasi bebas KKN sehingga mengundang orang untuk tidak ragu berinvestasi di Indonesia.
Dengan adanya 5 cara ini, menurut saya mungkin meningkatkan penerimaan negara tidak akan selesai dalam sehari semalam. Namun, paling tidak kita punya konsep bagaimana kita menuju ke arah sana.
Dalam filosofi Jawa ada yang namanya jer basuki mawa beya, bahwa setiap apapun itu ada biayanya, termasuk untuk menyejahterakan masyarakat kita.
Maka itu, rakyat hari ini harus pandai-pandai melihat bahwa mana program kerja yang ditawarkan secara realistis dan mana yang tidak, dan mana yang bisa dieksekusi dan mana yang tidak.
Neraca APBN kita sudah mengalami defisit selama berpuluh tahun. Kita juga pasti tahu kalau defisit terjadi, negara harus berutang sehingga utang yang tercipta akan membebani postur APBN pada tahun-tahun berikutnya.
Untuk itu, satu-satunya cara bagaimana neraca APBN kita tidak mengalami defisit lagi yah harus menggenjot pendapatan negara dengan 5 cara tadi.
Bicara mengenai tax ratio, rumusnya penerimaan pajak dibagi GDP. GDP kita sudah ke-16 terbesar di dunia. Masalah yang timbul kenapa tax ratio kita dinilai kecil adalah peningkatan pada GDP kita tidak diimbangi oleh peningkatan yang signifikan pada pendapatan pajak.
Menurut saya ada 2 cara meningkatkan tax ratio. Pertama, tentunya dengan membangun literasi pajak kepada masyarakat. Kedua, bagaimana membuat sistem pajak dengan digitalisasi lebih simpel dan mudah sehingga penerimaan pajak otomatis meningkat.
Di sisi lain, kalau GDP kita naik tanpa diimbangi dengan pendapatan pajak yang signifikan, berarti ada pertambahan nilai sepanjang rantai ekonomi kita yang mungkin tidak berlangsung di dalam negeri.
Berarti ada bahan baku-bahan baku kita masih impor. Itu semua pemerintah harus memikirkan, yang nantinya diterjemahkan dalam regulasi ekspor dan impor. Mungkin kebijakan ekspor raw material, dan lain sebagainya.
Mas Ganjar juga beberapa kali menyampaikan bahwa pemerintah harus berani untuk memberikan reward berupa insentif fiskal untuk perusahaan-perusahaan yang berhasil melakukan alih teknologi dan transfer teknologi dari luar.
Mungkin handicap kita terkait itu adalah SDM atau teknologinya. Karena kalau raw material saya rasa Indonesia sudah kaya. Jadi, pengusaha juga harus memberikan perhatian. Ini kerja sama dari semua elemen bangsa, pada riset dan transfer teknologi.
Tentunya itu salah satu yang kita upayakan. Kalau masyarakat memberikan mandat dan kepercayaan kepada Mas Ganjar dan Pak Mahfud, tentunya kemudian akan dicari titik equilibrium, kira-kira berdasarkan asas keadilan antara negara dan masyarakat sebagai wajib pajak. Semua kebijakan akan berdasarkan pada pola pikir dan filosofi yang demikian.
Namun, menurut kami, salah satu handicap yang dihadapi kita hari ini memang 2 hal itu. Masyarakat yang belum punya literasi pajak yang baik dan digitalisasi sistem perpajakan harus lebih digenjot agar mekanisme pelaporan dan pembayarannya simpel.
Itu termasuk tataran teknis, yang nanti setelah Mas Ganjar dan Pak Mahfud terpilih kita akan bicara soal itu. Sekali lagi, itu akan mempertimbangkan sebuah titik keseimbangan antara negara dan masyarakat sebagai wajib pajak.
Kita kan tidak mungkin berburu di kebun binatang atau memancing di akuarium. Memang sisi ini harus kita pikirkan dengan saksama dengan juga banyak mendengar masukan dan suara dari rakyat.
Bagi pengusaha mungkin cukup menarik apabila bicara mengenai insentif pajak seperti tax holiday. Namun, itu kemudian harus diatur supaya semuanya fair, semuanya tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan win-win untuk semua pihak.
Yang penting bagi negara ialah bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa digenjot, tetapi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. GNP kita harus naik. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia harus melibatkan sebanyak-banyaknya anak bangsa dan terjadi di dalam negeri.
Tentu di era sekarang ini, apalagi kalangan milenial, lebih familier dengan dunia digital. Maka, birokrasi ketika kita poles dengan digitalisasi akan lebih mudah. Mungkin cara berpikir kami adalah segala sesuatu yang terkait dengan birokrasi harus mudah, simpel, dan dapat diselesaikan dengan cepat. Harus sat-set.
Prinsipnya adalah apa yang sudah dikerjakan pemerintah hari ini, yang baik akan terus kita lanjutkan, tingkatkan, dan perbaiki. Kemudian, kita akan melihat kembali bagaimana kebijakan-kebijakan itu apakah sudah optimal atau bisa terus dioptimalkan lagi.
Kami tentu mendorong agar arah ekonomi ke depan supaya ramah lingkungan. Kemarin kan kita sudah punya bursa karbon. Tentu, insentif-insentif yang nanti akan diberikan, selain untuk riset dan alih teknologi, juga untuk kegiatan tentang lingkungan. Itu semua akan dirumuskan.
Sekarang kan sudah ada aturan dan kebijakannya. Nanti, kami akan tinjau dan lihat lagi. Apakah sudah berjalan optimal atau belum. Kalau belum, kita akan tingkatkan supaya bisa lebih optimal.
Utang yang sudah ada tidak bisa diapa-apakan. Yang pasti perlu dikelola dengan baik. Mas Ganjar dan Pak Mahfud sudah memikirkan itu dengan komprehensif. Untuk itu, kita harus menggandakan pendapatan negara. Supaya anggaran tidak defisit.
Kalau kita mengalami surplus neraca, berarti kita tidak perlu utang. Meski begitu, utang merupakan sesuatu yang harus kita kelola dengan baik. Seperti halnya kita mengelola perusahaan, utang juga harus dicari titik optimalnya supaya bisa kita kontrol.
Negara kita sekarang juga sedang bergerak menuju Indonesia Emas 2045. Bagaimana mewujudkan agar menjadi high income country? Memang pangkal dari segala [solusi] itu adalah pertumbuhan ekonomi harus kita genjot dengan cepat dan sat-set.
Filosofi menggandakan anggaran adalah bagaimana kita meningkatkan pendapatan negara kita. Tentu dengan melaksanakan 5 cara yang tadi saya sampaikan. Ada pengelolaan pajak yang harus digital sehingga tidak ada ruang abu-abu.
Lalu, industrialisasi dan hilirisasi berjalan dengan baik, BUMN harus berdaya saing dunia, sovereign wealth fund dioptimalkan, mendorong terus ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi digital, serta memperkuat penegakan hukum.
Bicara ekonomi digital, menurut studi dari Google, Temasek, Bain & Company, 40% transaksi digital di Asia Tenggara terjadi di Indonesia. Potensi kita di 2030 juga sekitar Rp3.000 triliun sehingga ekonomi digital menjadi salah satu kunci bersama ekonomi hijau dan ekonomi biru.
Itu semua kita optimalkan dengan industrialisasi dari hulu ke hilir, penegakan hukum, mendorong birokrasi transparansi, dan iklim investasi kondusif. Dengan itu semua, saya rasa apapun yang kita cita-citakan dapat tercapai.
Dalam beberapa kesempatan, Mas Ganjar sudah menyampaikan bahwa akan melanjutkan IKN. Karena IKN sudah mulai disiapkan perencanaannya sejak zaman Bung Karno. Kemarin pada 7 Desember, Mas Ganjar sempat ke sana.
Tentu IKN menurut Mas Ganjar harus lanjutkan karena sudah ada undang-undangnya juga, UU 3/2022. Soal itu, Mas Ganjar tidak ragu-ragu untuk melanjutkan IKN sampai saat ini.
Pesan saya pilihlah orang yang baik. Orang yang baik bisa kita lihat dari rekam jejak yang baik, lalu yang dikelilingi oleh orang-orang baik, dan yang menang dengan cara-cara yang juga baik. Itu yang saya lihat semuanya ada di Mas Ganjar dan Pak Mahfud. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.