Sir Thomas Stamford Raffles.
WANGI angin khas Weltevreden masih tebal mengendap di memori Clockener Brousson, seorang pensiunan serdadu militer Hindia Belanda. Jasmaninya memang sudah kembali ke Jordaan, kampung halamannya di Amsterdam. Tapi separuh batinnya tersangkut di tanah koloni.
Dia masih ingat betul betapa cantik taman di sekitar Waterlooplein. Megahnya deret bangunan elit sepanjang Rijswijk dan Noordwijk yang mengapit kanal Molenvliet. Atau riuhnya trem yang melaju pelan menuju Batavia.
Dia juga ingat, kalau petang, apalagi akhir pekan, banyak meneer dan mevrouw yang berkumpul di Societeit de Harmonie. Pertunjukan musik pun tersaji untuk menghibur orang-orang penting di pemerintahan kolonial. Biasanya, dansa-dansi baru rampung sekitar pukul 20.30 malam.
Kelebat ingatan Brousson itu terekam acak dalam tulisannya di Majalah Bandera Wolanda cetakan 1910 hingga 1912. Dia sempat menulis khusus tentang kemegahan Societeit de Harmonie, bangunan tempat anggota klub paling elit seantero Hindia Belanda bersosialisasi.
Soos (klub societeit) Batavia yang berkumpul di Harmonie menjadi klub paling bergengsi di antara soos-soos lain yang juga berkembang di banyak kota: Malang, Surabaya, dan Bandung. Saking eksklusifnya, hanya orang kulit putih saja yang bisa mencicip megahnya ruang dansa di dalamnya.
Asal tahu saja, Societeit de Harmonie merupakan legasi Sir Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Hindia Belanda yang memerintah Hindia Timur tak lama, pada 1811-1816. Dia meresmikan gedung yang menjadi penanda kawasan Harmoni masa kini tersebut pada 18 Januari 1815, bertepatan dengan hari ulang tahun Ratu Charlotte dari Inggris.
Menariknya, peresmian Harmonie dilakukan secara simbolis dengan membuang kunci pintu ke Molenvliet, bagian dari Sungai Ciliwung yang mengalir di seberang gedung. Maknanya, Societeit de Harmonie diharapkan akan selalu terbuka untuk didatangi.
Harmonie, meski kini bangunan fisiknya tak lagi bersisa, hanya secuil dari torehan peninggalan Raffles di Indonesia. Periode kepemimpinannya bolehlah pendek. Namun, Raffles berhasil mematenkan perubahan besar dalam tatanan pemerintahan kolonial di Nusantara.
Salah satu fondasi sistem perekonomian yang dibangun olehnya adalah pemungutan pajak tanah atau landrent. Sebagai 'pengganti' penguasa Jawa sebelumnya, yakni VOC dan Kerajaan Mataram Islam, pemerintah Inggris mengeklaim diri sebagai penguasa seluruh tanah dan lahan. Dengan asumsi ini, petani yang menggarap tanah dan lahan dianggap sebagai penyewa.
Karena menyewa, petani dibebani tanggung jawab untuk membayar sejumlah uang dengan nilai seperempat dari hasil panen sebagai biaya sewa atas lahan kepada pemerintah Inggris. Landrent sendiri melanjutkan konsep pajeg, artinya pajak, yang sudah berjalan di Jawa.
Raffles menghentikan sistem penyetoran hasil bumi yang sebelumnya diterapkan oleh Belanda, dengan pembayaran pajak dalam bentuk tunai. Raffles juga membebaskan petani untuk menentukan jenis komoditas yang digarap. Dengan begitu, petani memiliki kemerdekaan untuk menawarkan hasil buminya ke pasar. Keuntungan dari perdagangan yang lebih hidup inilah yang disetorkan sebagai pajak.
Revolusi pajak yang digagas Raffles ini sekaligus memangkas kekuasaan para bupati yang sebelumnya menjadi raja kecil di Jawa. Sebelumnya, penyetoran hasil bumi memang dilakukan lewat bupati sehingga ruang korupsi menganga lebar.
Mekanisme pemungutan pajak yang dijalankan Belanda, lebih mirip seperti monopoli. Jenis komoditas ditentukan oleh pemerintahan Belanda. Seluruh kontrol juga ada di tangan kolonial.
Karenanya, Raffles punya pendapat yang berseberangan dengan VOC ataupun pemerintahan Belanda. Menurutnya, kekuatan ekonomi tak boleh hanya dikuasai oleh pemerintah semata tetapi juga oleh swasta.
"Monopoli itu seperti perbudakan. Sistem itu adalah kutukan bermata dua yang dampaknya bagi si pelaku tak kalah buruk ketimbang korbannya," ujar Raffles dalam laporan masa jabatan yang ditulisnya.
Namun, pendeknya periode kekuasaan Raffles membuat idenya untuk membebaskan para petani dari cengkeraman feodal elit pribumi menjadi tidak mudah. Realitasnya, dia tetap butuh bantuan para priyayi yang sudah paham betul tentang sistem penguasaan tanah. Dukungan diperlukan untuk mengurus registrasi tanah dan detail ukuran lahan.
Dalam praktiknya, tujuan Raffles untuk menjadikan petani terbebas dari perasan feodalisme tak benar-benar terwujud. Kendati begitu, dia tetap dianggap berhasil menaruh fondasi yang kuat tentang sistem pemungutan pajak tanah.
Pajak tanah menjadi jenis pajak yang paling lama diterapkan oleh pemerintahan kolonial hingga runtuhnya kekuasaan Belanda pada pertengahan abad ke-20. Praktiknya tak cuma di Jawa, tetapi juga di luar Jawa. Pajak tanah disebut-sebut sebagai tulang punggung kebijakan politik ekonomi kolonial Inggris dan Belanda di Indonesia.
Melompat ke masa kini, sistem landrent telah bertransformasi menjadi pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB). Selepas merdeka, pemerintah Indonesia melanjutkan pengenaan pajak atas tanah dalam wujud 'pajak bumi'. Formulasi tentang pengenaan pajak bumi ini terus berkembang hingga lahirnya Undang-Undang (UU) tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada 1985.
Ingat, L’Histoire se Répète. Sejarah selalu mengulang dirinya sendiri. Terpenting, sistem perpajakan di Indonesia, sejak berupa upeti yang memaksa hingga didasarkan pada kemampuan individu seperti saat ini, terus mengalami perbaikan. (sap)
Referensi:
1. Wahid, Abdul, 2017. Dualisme Pajak di Jawa: Administrasi Pajak Tanah di Wilayah Vorstenlanden pada Masa Kolonial, 1915–1942, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
2. Kusumo, Rizky, 2021. Societeit Harmonie, Gedung Tempat Sosialita Eropa Dansa-Dansi di Batavia, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/09/10/societeit-harmonie-gedung-tempat-sosialita-eropa-dansa-dansi-di-batavia
3. Thamrin, Mahandis Yoanata, 2017. Raffles Meresmikannya, Kita Membongkarnya, Raffles Meresmikannya, https://nationalgeographic.grid.id/read/13286716/raffles-meresmikannya-kita-membongkarnya?page=all
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
informasi baru nih 👍👍
menarikk🌹