LAPORAN DDTC DARI VIENNA

Memahami Isu Terkini Transfer Pricing

Redaksi DDTCNews | Kamis, 20 Oktober 2016 | 08:32 WIB
Memahami Isu Terkini Transfer Pricing

Adzka Fikri Fadhilah, Mukesh Butani, dan Cindy Kikhonia Febby di WU Vienna University, Austria. (Foto: DDTCNews)

BEBERAPA waktu lalu, tepatnya pada 10 Oktober hingga 14 Oktober 2016, Institute for Austrian and International Tax Law di WU Vienna University of Business and Economics mengadakan rangkaian kursus yang bertajuk Advanced Transfer Pricing Course (on Specific Topic).

Kursus ini diikuti oleh 30 peserta dari 22 negara yang berbeda antara lain: Amerika Serikat, Austria, Belanda, Belgia, Hungaria, Indonesia, Italia, Kolombia, Kroasia, Liechtenstein, Luksemburg, Meksiko, Norwegia, Prancis, Peru, Polandia, Portugal, Romania, Rusia, Serbia, Slovenia, dan Swiss.

Para pengajar terdiri dari berbagai latar belakang pekerjaan mulai dari akademisi, konsultan hingga ekspertis industri yang tentu saja sangat mumpuni di masing-masing bidang pekerjaannya.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Nama-nama yang terkenal di ranah transfer pricing mulai dari Mukesh Butani, Antonio Russo, Isabel Verlinden, Giammarco Cottani, Emmanuel Llinares dan lainnya juga turut mengisi sesi-sesi selama kursus berlangsung.

Sesuai dengan tema yang diangkat, kursus ini mengupas tuntas materi mengenai topik-topik spesifik dalam ranah ilmu transfer pricing. Pembahasan yang berbeda-beda dibahas setiap harinya.

Materi yang disampaikan mengambil perspektif pasca proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) salah satunya Intra Group Services yang mencakup Low Value-Adding Services; High Value-Adding Services; E-Commerce; Managerial and Administrative Services; dan Shareholder Activities.

Baca Juga:
Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Mukesh Butani, dalam sesinya memberikan penjelasan mengenai isu terkini terkait jasa (contemporary trends in services) yang mencakup:

  • Low value dan high value services. Keduanya muncul akibat meningkatnya alur transaksi jasa di dalam grup multinasional, perdebatan mengenai nilai yang diatribusikan kepada jasa antar entitas menjadi fokus pembicaraan;
  • Lokasi di mana jasa dilakukan. Jasa yang dilakukan dari negara-negara berkembang dan lokasi biaya rendah menimbulkan locational advantages;
  • Core dan non-core services. Sementara negara-negara maju mengambil pandangan bahwa jasa yang bersifat non-core harus diatribusikan kompensasi yang lebih rendah dan dapat menggunakan safe harbouruntuk jasa tersebut, berbagai negara-negara berkembang seperti India di sisi lain mengharapkan pengembalian yang lebih tinggi untuk jasa pendukung pada premis bahwa mereka menciptakan nilai yang signifikan untuk grup Multi National Enterprise (melalui location savings, talent pool dll);
  • Konsep dari hard to value intangibles. Jasa yang memiliki elemen intangible yang tertanam di dalam jasa tersebut, dimana tidak tersedia data pembanding yang handal yang tersedia di domain publik;
  • Pertumbuhan digital economy. Pertumbuhan transaksi melalui e-commerce menimbulkan tantangan baru dalam memahami unsur-unsur dalam rantai pasokan virtual beserta hak-hak perpajakan dari negara-negara yang terlibat.

Lebih lanjut, Mukesh menjelaskan location savings muncul pada saat terjadinya penghematan biaya terkait relokasi suatu aktivitas ke yurisdiksi yang memiliki standar biaya yang rendah. Dengan mempertimbangkan semua faktor dan biaya-biaya yang terkait (contohnya: biaya pemutusan suatu aktivitas yang sudah ada, biaya infrastruktur yang tinggi terkait pemindahan aktivitas di lokasi yang baru, memungkinkan timbulnya biaya transportasi yang tinggi jika aktivitas atau operasi dipindahkan ke suatu lokasi yang jauh dari pasar, biaya training untuk karyawan lokal, dll).

Keuntungan dari faktor geografi dan bisnis dapat menciptakan local specific advantages antara lain: (i) tenaga kerja yang sangat terspesialisasi keahliannya; (ii) lokasi berdekatan dengan pasar; (iii) memiliki customer base yang besar; (iv) ketersediaan infrastruktur; dan terakhir (v) market premium.

Baca Juga:
Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

Selanjutnya, Mukesh membedah arah regulasi pasca Final Report BEPS Action 10 yang merestruktur ulang Chapter VII OECD Transfer Pricing Guidelines (OECD TPG) dengan perubahan utama terkait dengan Intra Group Services mengenai pengakuan atas suatu jasa yang bukan termasuk jasa yang bersifat duplikasi, perluasan jenis jasa yang termasuk shareholder services, serta pengenalan konsep low value-added services.

Kemudian, sehubungan dengan Cost Contribution Arrangements (CCA) pada Chapter VIII OECD TPG, Mukesh menjelaskan bahwa CCA direstruktur ulang dengan perubahan utama terkait partisipasi dalam CCA, kontribusi partisipan CCA pada market value, dan manfaat yang diharapkan atas implementasi CCA serta dokumentasi CCA.

Sebagai tambahan informasi, DDTC menjadi satu-satunya peserta dari Asia khususnya Indonesia yang mengirimkan perwakilannya untuk menjadi peserta kursus, yang diwakili oleh Adzka Fikri Fadhilah dan Cindy Kikhonia Febby.

Program kursus ini merupakan salah satu bagian dari Human Resource Development Program (HRDP) DDTC yang diberikan kepada para pegawainya untuk mengikuti berbagai pelatihan dan kursus di mancanegara, termasuk beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Rabu, 18 Desember 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

Selasa, 17 Desember 2024 | 11:15 WIB LITERATUR PAJAK

Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?