Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
JAKARTA, DDTC News – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.150/PMK.010/2018, yang didalamnya mengatur tentang pemberian tax holiday, sudah memasuki tahap harmonisasi.
Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 7 Tahun 2019, kementerian diminta untuk mendelegasikan kewenangan pemberian fasilitas kepada BKPM. Fasilitas tersebut juga termasuk insentif tax holiday.
Dalam revisi PMK yang sedang diharmonisasi itu, lanjut Bahlil, jika investasi yang dimintakan tax holiday merupakan industri pionir maka pemberian fasilitas bisa langsung diselesaikan lewat OSS. Pemberian langsung diputuskan BKPM, tanpa perlu persetujuan lewat Ditjen Pajak (DJP).
"Dulu diajukan ke BKPM lalu dilanjutkan dan dilihat kriterianya oleh DJP. Sekarang, untuk begitu lewat OSS itu BKPM juga ikut memutuskan. Jadi, tidak lewat jalur sana [DJP]," kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Jumat (12/6/2020).
Adapun kriteria investasi yang dikategorikan sebagai industri pionir masih tetap sama dengan PMK No. 150/2018. Bahlil menerangkan revisi PMK 150/2018 lebih banyak pada pasal 5 yang mengatur mengenai pengajuan permohonan tax holiday untuk investasi yang tidak tercantum dalam daftar industri pionir.
Dalam revisi Pasal 5 PMK 150/2018 akan memuat syarat-syarat bagi investasi yang belum tercakup dalam daftar industri pionir untuk mendapatkan fasilitas tax holiday. Pasalnya, selama ini, proses yang panjang jika investasi itu tidak tercakup dalam daftar industri pionir untuk mendapatkan fasilitas tax holiday.
Permohonan tax holiday dari investor yang industrinya tidak tercakup dalam daftar industri pionir, sesuai amanat Pasal 5 PMK 150/2018, harus melewati pembahasan antarkementerian. Pembahasan antarkementerian ini dikoordinasikan oleh BKPM dan paling sedikit melibatkan Kementerian Keuangan dan kementerian dari sektor terkait.
Bila hasil pembahasan memutuskan bahwa investasi tersebut ternyata memenuhi kriteria industri pionir, permohonan tax holiday dari investor tersebut masih harus berproses di DJP. Hal inilah yang membuat proses memakan waktu tidak sebentar.
"Untuk Pasal 5 [revisi beleid] kewenangannya akan di BKPM dan putus di BKPM. Kriteria pionirnya harus memenuhi syarat a, b, c, d dan ada nilai-nilainya. Kalau sudah terpenuhi maka sudah cukup," ungkap Bahlil. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.