Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 47/2024.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 47/2024 yang memerinci ketentuan antipenghindaran bagi pihak-pihak tertentu untuk melaksanakan kewajiban pertukaran informasi keuangan demi kepentingan perpajakan secara otomatis.
Dalam regulasi-regulasi sebelumnya, yaitu PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 19/2018, ketentuan antipenghindaran sesuai dengan common reporting standard (CRS) belum diatur. Alhasil, menteri keuangan menerbitkan PMK 47/2024.
"PMK 70/2017…sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK 19/2018…belum mengatur ketentuan antipenghindaran sesuai standar pelaporan umum sehingga perlu dilakukan perubahan," bunyi bagian pertimbangan PMK 47/2024, dikutip pada Selasa (6/8/2024).
Dalam Pasal 30A ayat (1) PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 47/2024, ditegaskan setiap orang dilarang melakukan kesepakatan ataupun praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban-kewajiban yang diatur dalam UU 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan (UU AEOI).
Setiap orang yang dimaksud dalam pasal 30A ayat (1) termasuk LJK, LJK lainnya, entitas lainnya, pimpinan/pegawai LJK, pimpinan/pegawai LJK lainnya, pimpinan/pegawai entitas lain, pemegang rekening keuangan orang pribadi, pemegang rekening keuangan entitas, penyedia jasa, perantara, dan/atau pihak lain.
Apabila terjadi kesepakatan atau praktik yang bertujuan untuk menghindari kewajiban pertukaran informasi keuangan untuk keperluan pajak sebagaimana dimaksud dalam UU AEOI, praktik tersebut dianggap tidak terjadi dan kewajiban dalam PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 47/2024 harus dipenuhi oleh setiap orang dimaksud.
Tak hanya itu, pasal 30A ayat (4) pun mengatur setiap orang dilarang untuk membuat pernyataan palsu atau ataupun menyembunyikan informasi yang sebenarnya.
Bila terdapat indikasi pelanggaran atas pasal 30A ayat (1) ataupun ayat (4), DJP berhak melakukan penelitian lalu melakukan klarifikasi terhadap LJK, LJK lainnya, entitas lainnya, pimpinan/pegawai LJK, pimpinan/pegawai LJK lainnya, pimpinan/pegawai entitas lain, pemegang rekening keuangan orang pribadi, pemegang rekening keuangan entitas, penyedia jasa, perantara, dan/atau pihak lain.
DJP akan menyampaikan teguran tertulis jika klarifikasi tidak disampaikan dalam waktu 14 hari sejak diterimanya permintaan klarifikasi. Teguran juga disampaikan dalam hal klarifikasi diberikan, tetapi masih terdapat indikasi pelanggaran terhadap pasal 30A ayat (1) ataupun ayat (4).
Bila berdasarkan teguran tertulis ternyata setiap orang termasuk LJK, LJK lainnya, entitas lainnya, pimpinan/pegawai LJK, pimpinan/pegawai LJK lainnya, pimpinan/pegawai entitas lain, pemegang rekening keuangan orang pribadi, pemegang rekening keuangan entitas, penyedia jasa, perantara, dan/atau pihak lain belum memenuhi kewajibannya atau terindikasi tetap melakukan pelanggaran, DJP akan melakukan pemeriksaan.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, DJP bisa melakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) dalam hal ditemukan indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan bukper dimaksud dapat dilanjutkan ke penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.