KEBIJAKAN PAJAK

Dorong Industri Farmasi, Menkes Janjikan Insentif yang Menyenangkan

Dian Kurniati | Selasa, 16 Mei 2023 | 11:19 WIB
Dorong Industri Farmasi, Menkes Janjikan Insentif yang Menyenangkan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri) tengah melihat alat untuk kateterisasi jantung di RSUD Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (8/5/2023). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pemerintah akan terus mendorong hilirisasi industri farmasi sebagai bagian dari upaya menciptakan ketahanan kesehatan.

Budi menyebut pemerintah akan membuat regulasi yang 'memaksa' sektor industri untuk memproduksi produk farmasi dari hulu hingga hilir. Di sisi lain, pemerintah juga bakal menyediakan insentif yang menguntungkan bagi pelaku usaha di sektor tersebut.

"Pemerintah akan memberikan regulasi yang memaksa [dan] akan memberikan insentif yang menyenangkan supaya teman-teman membangun [industri farmasi] dari hulu ke hilir," katanya, Selasa (16/5/2023).

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Dalam acara Forum Nasional Hilirisasi dan Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi Dalam Negeri, Budi menuturkan pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya membentuk ekosistem industri farmasi untuk menjamin ketersediaan obat-obatan bagi masyarakat.

Menurutnya, ekosistem industri farmasi yang memadai dari hulu hingga ke hilir akan menciptakan kemandirian kesehatan di Indonesia.

Dia menjelaskan pemerintah akan menyediakan berbagai kemudahan agar industri farmasi Indonesia dapat setara dengan negara lain seperti China dan India. Beberapa hal yang disiapkan di antaranya kemudahan perizinan, transparansi data, serta pemberian insentif yang menarik.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Kepada pelaku usaha, Budi meyakinkan tren belanja kesehatan Indonesia terus mengalami kenaikan. Saat ini, belanja kesehatan per kapita Indonesia mencapai US$130 per tahun, sedangkan Malaysia mencapai US$430 per tahun.

Apabila belanja kesehatan per kapita Indonesia sama dengan Malaysia, lanjutnya, porsi untuk belanja farmasi dan alat kesehatan setidaknya akan mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp600 triliun.

"Pangsanya besar. Jadi buat teman-teman [pelaku usaha], it's very huge market. Why don't you invest? Kalau kita hanya impor-impor, dagang-dagang saja, buat Indonesia ekonominya sedikit," ujarnya.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Budi menuturkan pemerintah selama ini telah menyediakan berbagai insentif seperti supertax deduction bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) guna mendukung perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan.

Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) PMK 153/2020, wajib pajak yang melakukan kegiatan litbang tertentu, termasuk farmasi dan alat kesehatan, dapat memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang tertentu di Indonesia.

Insentif ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan pada bidang litbang sehingga pada gilirannya mampu meningkatkan produktivitas dan keberlangsungan usaha.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Di sisi lain, Kemenkes dan DPR tengah membahas RUU Kesehatan yang mendorong kemandirian ketersediaan farmasi dan alat kesehatan. Solusi yang ditawarkan RUU antara lain mendorong penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri serta pemberian insentif.

Menurut data Kemenkes, sekitar 90% bahan baku obat untuk produksi farmasi lokal masih diimpor, serta 88% transaksi alat kesehatan pada 2019-2020 di e-katalog merupakan produk impor.

Di Indonesia, hanya 0,2% total PDB yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan. Angka ini terbilang rendah ketimbang AS yang mencapai 2,8% dan Singapura 1,9%. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan