PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Tumbuh Tinggi, Sri Mulyani Beberkan 4 Penyebabnya

Dian Kurniati | Rabu, 10 Mei 2023 | 12:30 WIB
Penerimaan Pajak Tumbuh Tinggi, Sri Mulyani Beberkan 4 Penyebabnya

Menteri Keuangan Sri Mulyani.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan setidaknya terdapat 4 alasan penerimaan pajak Indonesia mampu tumbuh tinggi setelah pandemi Covid-19.

Sri Mulyani mengatakan alasan utama membaiknya kinerja penerimaan pajak yakni pemulihan ekonomi nasional. Menurutnya, pemulihan ekonomi membuat wajib pajak kembali memiliki kemampuan untuk membayar pajak.

"Penerimaan pajak kini telah pulih setelah melewati situasi yang sangat dramatis ketika pandemi," katanya dalam webinar Muslim World Resilience in Anticipating the Global Economic Uncertainties, Rabu (10/5/2023).

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Sri Mulyani mengatakan saat ini berbagai kegiatan ekonomi masyarakat telah menunjukkan pemulihan yang kuat. Selain industri pengolahan dan perdagangan, pemulihan juga terasa pada sektor transportasi dan konstruksi.

Menurutnya, kinerja penerimaan pajak biasanya akan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

Kemudian, alasan di balik tingginya penerimaan pajak adalah berakhirnya periode insentif yang diberikan selama pandemi Covid-19. Dia menjelaskan pemerintah saat pandemi memang memberikan insentif untuk membantu pelaku usaha yang mengalami pukulan berat.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Ketika pandemi makin terkendali dan aktivitas bisnis telah normal, wajib pajak pun kembali menghasilkan profit dan memiliki kemampuan untuk membayar pajak.

Sri Mulyani menyebut faktor ketiga yang menyebabkan pertumbuhan penerimaan pajak yakni kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% mulai April 2022. Meski hanya naik 1 poin persen, kebijakan ini juga efektif menambah pengumpulan pajak.

Terakhir, penerimaan pajak juga didukung dengan pengenaan PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

"Ini penting karena di Indonesia telah terjadi transformasi digital sehingga kita perlu mengumpulkan pajak dari sana," ujarnya.

Sri Mulyani menambahkan pemerintah telah melaksanakan reformasi kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Meski demikian, pemerintah juga tetap memberikan keberpihakan kepada orang berpenghasilan rendah dan UMKM.

Misalnya pada UMKM, pemerintah melalui PP 23/2018 menurunkan tarif pajak yang semula 1% menjadi hanya 0,5% atas omzet UMKM. Wajib pajak dapat menikmati tarif PPh final 0,5% jika omzetnya masih di bawah Rp4,8 miliar per tahun.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Kemudian, PP 55/2022 menyatakan wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dalam setahun tidak akan terkena pajak. Melalui fasilitas itu, UMKM yang omzetnya belum melebihi angka tersebut tidak perlu membayar PPh final yang tarifnya 0,5%.

"Ini yang kami sebut keadilan. Kita mendukung UMKM, tetapi di sisi lain mengenakan pajak tinggi kepada yang berpenghasilan besar, termasuk yang menikmati boom komoditas," imbuhnya.

Pada kuartal I/2023, pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp432,25 triliun pada kuartal I/2023. Capaian tersebut setara 25,16% dari target tahun ini senilai Rp1.718 triliun.

Kinerja penerimaan pajak tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 33,78%. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?