Kring Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) terus mengimbau wajib pajak untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021. Meski demikian, terdapat wajib pajak yang terkendala di antaranya belum menerima bukti potong.
Warganet dengan akun Twitter @iamnarnian_ mengaku masih belum menerima bukti potong bukti potong pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dari pemberi kerja. Dia pun meminta solusi kepada otoritas pajak melalui media sosial.
"@kring_pajak min kalau sampai tanggal segini belum terima lembar bukti pemotongan, apa boleh langsung saja datang ke KPP terdekat untuk lapor pajak?" tulis warganet dengan akun @iamnarnian_, dikutip pada Minggu (27/3/2022).
Mendapat pertanyaan tersebut, DJP melalui akun Twitter @kring_pajak menjelaskan wajib pajak memerlukan bukti potong untuk melapor SPT Tahunan. DJP pun menyarankan kepada wajib pajak untuk meminta bukti potong tersebut kepada pemberi kerja.
"Apabila bukti potong 1721-A1 belum Kakak terima dari pemberi kerja, silakan Kakak meminta bukti potong tersebut ke tempat Kakak bekerja karena itu merupakan dasar pengisian SPT Tahunan Kakak," tulis DJP.
DJP menjelaskan pemberi kerja berkewajiban memberikan bukti potong pajak kepada pekerjanya. Ketentuan itu tertuang dalam PER-16/PJ/2016, yang menyebut pemberi kerja sebagai pemotong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima pekerja paling lama 1 bulan setelah tahun kalender berakhir.
Dalam Laporan APBN Kita edisi Februari 2022, DJP sesungguhnya telah mengirimkan e-mail berisi imbauan kepada 2,35 juta pemotong pajak untuk menyerahkan bukti potong. Hal itu dilakukan agar pekerja dapat segera melaporkan SPT Tahunan 2021.
Pada utas yang sama, akun DJP kemudian mendapatkan pertanyaan tentang sanksi yang dijatuhkan jika wajib pajak terlambat melaporkan SPT Tahunan orang pribadi.
Dalam hal ini, DJP menyebut ketentuan sanksi keterlambatan pelaporan SPT Tahunan yang diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Batas waktu pelaporan SPT Tahunan orang pribadi secara umum adalah 31 Maret 2022 (SPT Tahunan 2021). Apabila melewati jangka waktu tersebut, dapat dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp100.000," bunyi penjelasan DJP.
UU KUP mengatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Untuk wajib pajak badan, pelaporan SPT tahunan dilakukan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
Penyampaian SPT Tahunan yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Bagi wajib paajk orang pribadi yang telat melaporkan SPT Tahunan akan didenda Rp100.000, sedangkan pada wajib pajak badan sejumlah Rp1 juta. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.